I Love You, I Love You Not : Part 1

20.41.00

+++

Part 1: Acha (kini) Sendiri

Telunjuk Acha menelusuri deretan nama itu perlahan-lahan, sambil mengucapkan doa di dalam hati. Sampai akhirnya…

“Yaaaahhh….” Acha menghela nafas kecewa.

“Waduuuuhhh… Runtuh dunia ini, runtuhhhhh!!!” Nova dengan volume suara normal ala Nova *yang adalah 3 kali volume normal orang biasa* ikut mengeluh di sebelahnya.

Mereka berdua berpandangan, lalu saling berpelukan dengan ekspresi sedih.

“HUAAAA… Kita ternyata ga sekelas Nov!!!” dengan kesal Acha memandangi kembali daftar nama itu.

“Kenapa ini mesti terjadiiii???” Nova menggeleng-gelengkan kepala, tak kalah kesal. Rambut panjangnya yang dihiasi sebuah bando merah bergoyang-goyang seiring gerakan kepalanya.

“Pembagian kelas yang sungguh tidak adil!!! Kalau Tuhan itu adil, lalu ini kerjaan siapa??? Kerjaan setan???” seru Nova lagi, masih tidak terima.

“Ehm. Kerjaan saya. Ada masalah?” sebuah suara berdehem di belakang Nova.

Refleks Nova menoleh ke belakang. Dan langsung berharap tanah di bawahnya terbuka dua meter, menelan dirinya, lalu menutup kembali. Ada Pak Duta, guru Kimia yang menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah. Pak Duta menatap Nova dengan tajam sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Eh, Pak Duta. Enggak Pak. Semua baik-baik saja.” Nova berusaha tersenyum.

“Oh ya? Walaupun dunia ini mau runtuh karena ada pembagian kelas yang tidak adil?”

“Ummmm. Pak, Pak! Liat ke atas deh Pak. Ada Superman lewat…” Nova berusaha mengalihkan pembicaraan, sambil menunjuk-nunjuk ke suatu titik khayalan di atas kepala Pak Duta.

“Nova, kamu pikir kamu bisa me…”, Pak Duta sudah mengambil nafas panjang untuk mulai menceramahi Nova, tapi kalimatnya terhenti oleh sapaan seorang siswa.

“Pak Duta? Maaf Pak, saya disuruh Bu Ira memanggil Bapak ke ruangan beliau…”, dengan sopan Gabriel menyampaikan pesan yang dibawanya.

Pak Duta menoleh. Menghela nafas, kemudian melangkah menuju ruang kepala sekolah. Gabriel menoleh sekilas ke arah Nova yang baru saja menghembuskan nafas lega dan Acha, kemudian mengangguk ramah.

“Duluan ya…” kata Gabriel sambil tersenyum, dan melangkah pergi menuju deretan kelas. Tas ranselnya bergerak-gerak di bahu kanannya, sementara lengan kirinya mengepit bola basket.
Nova dan Acha menunggu sampai Gabriel pergi cukup jauh, kemudian saling berpandangan, dan memekik kecil bersama-sama.

“PERIKSA! PERIKSA!!! Dia kelas berapa!!!” kata Nova dengan penuh semangat. Acha tidak perlu disuruh dua kali, jemarinya kembali menelusuri deretan nama itu sambil berkomat-kamit.

“Gabriel…Gabriel…Gabriel… mana siiihhh….AAAHHH!!” dengan kecewa Acha menemukan nama Gabriel tertulis sebagai siswa kelas 12-IPA3. Dengan kesal dia menoleh pada Nova. “Lo yang dapet Nov.” kata Acha, mencemburui keberuntungan sahabatnya.

“OH YAAA???!!!”, Nova dengan wajah berseri-seri menerimakabar itu. Dia lalu mendongakkan kepalanya, dan berujar, “Terima kasih Tuhan. Aku tahu, Kau memang adil.”.

Dengan senyum lebar Nova memandang Acha kembali dan mengedipkan mata. “Ya udah deh kalo gitu Cha, gua ke kelas gua dulu yaaa… Siapa tau bisa duduk sebelahan samaaa….” Nova tidak menyelesaikan kalimatnya. Acha sudah keburu memukulinya dengan kesal. Nova tertawa-tawa melihat kelakuan sahabatnya itu.

“Eh Cha... lo sendiri kan yang bilang dulu, kalo posisi menentukan prestasi? Lha, kalo posisi duduk gua semakin deket sama si super keren plus ganteng itu, prestasi gua semakin menanjak…” Nova tertawa sambil melarikan diri dari amukan sahabatnya.

“Dah Achaaaaa….” seru Nova sambil berlari menuju arah yang sama dengan arah yang dituju Gabriel tadi.

Acha mengentakkan kaki. Dengan kesal dia memutar badan, dan mengayunkan langkah ke arah 12-IPA1. Dia sudah tidak berselera lagi melihat siapa saja yang menjadi teman sekelasnya yang baru. Cukup sudah. Sahabatnya tidak lagi sekelas dengannya, dan cowok yang diam-diam dia kagumi semenjak kelas 10 dulu juga berada di kelas yang berbeda. Apa lagi yang bakal menimpanya setelah ini? Dijatuhi pohon durian yang lagi panen? Duh.

Oh-oh. Tuh kan, pikir Acha dengan sebal. Sekali sial, sampe seharian sial. Gerombolan celebrity wanna-be nya SMA Citra Nusa tengah berjalan ke arah yang berlawanan dengan dirinya. Daripada mesti berpapasan langsung dengan mereka, Acha memilih untuk merapat ke sisi kiri koridor, memberi jalan untuk keempat gadis yang tengah berjalan dengan gaya seakan-akan semua mata di seluruh dunia tertuju pada mereka.

Pernah nonton film model-model The Clique? Atau Mean Girls? Atau apapun lah. Film dimana ada serombongan cewek-cewek modis yang jadi trend-setternya suatu sekolah tertentu? Percaya deh, geng semacam itu benar-benar ada di dunia nyata. Lihat saja aura yang muncul pada saat Ify, Angel, Zevana dan Dea berjalan dengan kepala tegak dan dagu sedikit terangkat. Semua mata memandang ke arah mereka. Para cewek tiba-tiba saling berbisik-bisik, sementara para cowok tiba-tiba dengan tidak sadar mengusap kepala mereka, memastikan rambut mereka lagi dalam kondisi sekeren mungkin. Acha menunduk saat keempat gadis itu melewati dirinya. Acha tidak merasa perlu repot-repot untuk menegur mereka. Untuk apa? Toh, respon paling ramah yang mungkin diperoleh Acha hanyalah sekedar sepasang alis yang terangkat. Itu saja. Apa sih artinya Acha dibanding keempat cewek itu?

Sambil melangkah, Acha mengeluh di dalam hati. Seandainya saja sepuluh gram dari kepopuleran salah satu dari mereka bisa dia miliki, mungkin Gabriel bisa lebih memperhatikan dirinya. Sambil menggelengkan kepala, Acha memasuki ruang kelasnya yang baru. Setelah dua langkah memasuki kelas, dia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Sebuah wajah yang cukup familiar melambaikan tangannya.

“Acha? Kamu disini juga? Duduk di depanku aja, sini. Kursi itu masih kosong kok!”

Dengan lega Acha menghampiri wajah yang dikenalnya itu, dan menghempaskan diri duduk di bangku yang ditunjuk temannya itu.

“Lo disini juga Zy?” tanya Acha pada Ozy, yang duduk sebangku dengan Ray.

“Enggak. Gua sebenernya kelasnya di lapangan bola. Gua cuma iseng aja duduk disini, panas kalo di lapangan mulu. Kalo gua tambah item, apa kata fans-fans-nya guaaa…” kata Ozy sambil berlagak merapikan rambut ikalnya.

Acha terbahak mendengar jawaban Ozy, “Deuuhhh… Berasa ngetop gitu dirimu Zy?”

Dengan bangga Ozy menepuk dada, “Ya dong. Bang Ozy!!! Ya ga Ray?” dan dengan wajah cerah ceria ber high-five dengan Ray.

Acha tertawa lagi, dan kembali duduk menghadap ke depan. Dalam hati dia bersyukur sekelas lagi dengan Ozy. Di kelas 11 dulu dia selalu terhibur dengan komentar-komentar ga penting dari Ozy. Komentar ga penting, tapi dengan sukses membuat yang mendengar ngakak jaya. Bahkan Bu Winda yang biasanya berbibir segaris tipis itu kadang-kadang tidak bisa menahan senyum mendengar celotehan Ozy. Dari tempat duduknya, Acha mengedarkan pandangan ke seluruh kelas yang mulai penuh. Semua bangku sudah terisi, kecuali satu bangku. Bangku di sebelahnya sendiri. Acha mengedikkan bahu, dan memutuskan pasrah untuk menerima saja siapapun yang akhirnya sebangku dengannya.

+++

Oke... itu Part 1 nya... Semoga seneng yaaa...
Hah? Apa? Rio belum muncul? *garuk-garuk kepala*
Kan udah ada Gabriel sama Ozy tuh, plus dikasih bonus si Ray yang numpang lewat. Masa cowok gantengnya mau dimasukin semua...
Rio ntar ya, di part 2 apa 3 :D


~~~~~~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-1

You Might Also Like

0 comments