I Love You, I Love You Not : Part 23

15.07.00

Part 23: Rio Menyanyi, untuk Ify...

Begitu mendengar Acha pergi berdua dengan Gabriel yang Ozy tahu disukai Acha semenjak dulu, Ozy memilih untuk mundur. Di depan Acha Ozy mengaku bahwa dia menganggap Acha sebagai sahabatnya yang terbaik. Tapi di hadapan Ify, Ozy tidak bisa memungkiri bahwa perasaan Ozy terhadap Acha lebih dari sekedar sahabat. Pengakuan Ozy ini membuat Ify menyesali rencananya yang mengatur kencan Acha dengan Gabriel. Tapi, ngomong-ngomong, Ify sendiri gimana nih dengan Rio? Kan Ify sudah "menolak" Gabriel karena Rio?

+++

Senin pagi, Rio melangkah masuk kelas dengan mata menatap ke layar ponselnya. Keningnya sedikit berkerut melihat pesan dari nomor yang tidak dikenalnya.

Sender : 0813-xxx-xxxxx
Message: Rio, pulang sekolah nanti gua tunggu di halaman belakang perpus. Penting. Ada yang mesti gua omongin.

Sambil duduk, Rio mengangsurkan ponselnya ke arah Ozy yang masih mengunyah onde-onde sambil membaca buku paket Biologi.

“Zy, kenal nomer ini ga?”

Ozy melirik untuk membaca tulisan di layar ponsel, lalu menggeleng. “Ga. Fans gua ga ada yang nomernya kayak gitu…” sahutnya setelah menelan onde-onde yang malang itu.

Rio mengangkat bahu, lalu menaruh kembali ponsel itu di sakunya. Tangan kanannya meraih onde-onde dari kotak bekal Ozy. Siapapun pengirim pesan itu, toh Rio akan tahu sepulang sekolah nanti.

***

Rio melangkah ke tempat yang ditentukan, dan terkejut melihat Angel menunggunya disitu.

“Angel? Elo yang SMS gua tadi pagi?”

“Iya.”

“Kenapa? Lo mau ngomong apa sama gua?”

Angel menatap Rio. Dengan dingin dia memandang Rio dari atas ke bawah. Dengan tangan terlipat di dada, dia bertanya langsung pada inti masalah.

“Elo ada hubungan apa sama Ify?”

Rio mengerutkan kening. “Gua sekelas sama Ify. Terus kami setim buat ngerjain proyek buku sekolah. Ada masalah?”

“Ada. Ada banget. Semenjak Ify bergaul sama kalian, dia jadi jarang bareng kami lagi…”

“Terus kenapa? Bukannya bagus kalo dia malah punya lebih banyak temen daripada sekedar elo dan temen-temen segeng elo itu?”

“Denger ya. Ini bukan sekedar masalah siapa temen Ify. Melainkan siapa yang layak dan pantas untuk berteman dengan Ify…”

Rio diam. Berusaha menenangkan diri dengan menarik nafas berkali-kali. Sementara Angel melanjutkan cecaran kalimatnya.

“Dan lebih jauh lagi, bukan hanya siapa yang pantas untuk berteman dengan Ify. Tapi juga untuk mendampingi Ify…” Angel menyodorkan sebuah majalah pada Rio. Majalah itu terbuka pada suatu halaman yang menampilkan liputan pesta ulang tahun salah seorang selebritis remaja terkemuka.

“Lihat foto disitu” kata Angel dengan nada dingin. Rio tidak perlu petunjuk tentang foto mana yang dimaksud Angel. Karena dia langsung bisa melihat wajah cantik Ify di salah satu foto yang ada disitu.

Ify yang tengah duduk di salah satu meja sambil tersenyum tipis. Wajah cantiknya terlihat begitu klasik disitu. Di sebelah Ify, Gabriel tengah tersenyum. Dengan wajah tampannya, dan setelan jas semi formal yang begitu serasi dengan gaun putih gading Ify. Serasi. Ify dan Gabriel, seperti pasangan dalam dongeng. Bahkan meskipun di meja yang ada dalam foto itu masih ada beberapa orang lagi, Ify dan Gabriel terlihat begitu menonjol disitu.

Rio menatap foto itu tanpa berkata apa-apa. Sementara Angel menyambung kalimatnya. Yang semakin lama semakin menohok bagi Rio.

“Lo liat sendiri disana. Betapa cocoknya mereka berdua. Sekarang coba lo bayangkan bahwa lo yang ada di situ. Di sebelah Ify. Apa lo merasa pantes?”

Rio diam. Karena jawabannya terlalu menyakitkan. Untuk dipikirkan, apalagi untuk diucapkan.

“Selama ini mereka berdua sudah begitu pantas untuk selalu berdua. Dan semua orang juga sudah mengakui kalo Ify memang cocoknya sama Gabriel, dan Gabriel pantesnya sama Ify. Lalu tiba-tiba aja lo dateng. Begitu saja. Lo pikir, lo itu siapa?”

Rio menggigit bibir. Jari-jarinya terus mencengkeram majalah itu. Matanya tetap terpaku menatap foto itu. Dengan batin yang terus berkecamuk, betapa kata-kata Angel adalah suatu fakta yang mestinya dia sadari dari dulu. Sementara itu, Angel berjalan mendekati Rio hinga posisinya tepat di sebelah Rio.

“Elo dan Ify berasal dari dua dunia yang berbeda Yo. Lo mestinya sadar soal itu.”

Rio menutup matanya. Menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

“Yo, gua bukannya jahat sama elo. Gua ngerti kalo misalnya lo perhatian banget sama Ify. Tapi justru karena gua yakin bahwa lo perhatian sama Ify, lo pasti pengen supaya Ify berbahagia dengan orang yang sepadan sama dia…”

Rio membuka matanya kembali, menatap foto itu. Ify dan Gabriel. Duduk berdua. Berdampingan. Sebagai pasangan yang sepadan.

Angel menepuk pundak Rio perlahan.

“Kalo lo emang bener-bener care sama Ify, lo tau apa yang terbaik buat dia…”

Angel kemudian pergi. Sementara Rio masih berdiri di tempatnya tadi. Tangan kirinya dimasukkan ke dalam saku celana. Sementara tangan kanannya tergantung lemas di sisinya, dengan jari-jari yang mengenggam kuat majalah tadi.

Setelah beberapa lama, Rio menegakkan kembali kepalanya yang tadi sempat tertunduk. Sambil menghela nafas, Rio berbalik, dan melangkah pergi. Ada hal yang harus dia selesaikan.

***

Ify setengah berlari kecil menuruni tangga, tangannya masih memasangkan sebuah anting berbentuk tetesan air di telinga kirinya. Pasangan anting tersebut masih dijepitnya di antara jari-jarinya. Begitu melihat siapa yang menunggunya di sofa ruang tamu, Ify tersenyum senang.

“Rio? Kok tumben lo dateng? Ada apa?”

Rio tersenyum kecil ke arah Ify. Ify yang melihat senyuman itu justru mengerenyitkan kening. Ada yang salah dengan senyum itu. Benar-benar salah. Ify bergerak mendekati Rio dan duduk di sofa di hadapan Rio. Anting yang tadinya akan dipakaikannya di telinga kanannya diletakkannya di atas meja tamu.

“Mau pergi Fy?”

“Iya, nemenin Mama. Ada lelang amal gitu. Tapi ga papa kok.. Beneran… Perginya masih nanti kok, jam tujuh gitu. Sekarang aja baru jam setengah tujuh kan?” kata Ify. Tiba-tiba saja dia merasa takut bahwa Rio akan segera pergi dari hadapannya.

“Enggak kok. Gua juga ga bakalan lama.” Rio meraih tasnya dan merogoh ke dalamnya. Lalu dia mengeluarkan tas kamera milik Ify, dan meletakkannya di atas meja, di hadapan Ify.

“Gua cuma pengen balikin ini. Semua file di memory card-nya udah gua simpan kok…”

“Eh, gapapa… Lo bawa aja dulu Yo. Di rumah juga ga ada yang make kok…”

Rio menggeleng pelan. Dia mengangkat wajah, dan menatap Ify.

“Fy. Gua mau minta maaf…”

Ify mengerutkan keningnya lagi.

“Bukannya kemaren lo udah minta maaf sama gua? Apa lagi sih? Lo jangan mulai aneh-aneh deh ah… Lo kebanyakan begaul sama Ozy ya?”

“Fy, gua serius Fy…”

Ify terdiam. Membalas tatapan Rio, dan tiba-tiba saja merasakan sesak di dadanya. Kenapa sepasang mata kelam itu kini menyimpan duka?

“Fy…gua… mau minta maaf… “, Rio berharap suaranya tidak terdengar gemetar, dan berusaha melanjutkan kalimatnya, “karena udah nyampurin hidup elo…”

Rio terdiam sesaat, meneguk ludah, dan menyambung dengan lirih, “…hidup elo yang sempurna..”

Ify ternganga. Berusaha meyakini bahwa ini semua adalah mimpi. Mimpi kan? Dan apa tadi maksud Rio?

“Maksud kamu apa Yo?”

Rio berusaha tersenyum. Walaupun senyum itu terasa pahit di bibir Rio. Lihatlah, dengan eskpresi semacam itu Ify masih terlihat cantik. Betapa sempurnanya gadis di hadapannya ini. Menegaskan betapa Rio, bukanlah orang yang layak mendampinginya…

“Kau begitu sempurna.. di mataku kau begitu indah… Kau membuat diriku akan slalu memujamu…” perlahan Rio bersenandung, menatap Ify, mungkin untuk terakhir kali.

“Rio…” ucap Ify pelan. Tidak sanggup mencari kata lain…

“Dan Fy, karena kau begitu sempurna, aku hanya bisa memujamu, menatapmu dari jauh… Kamu layak mendapatkan laki-laki yang juga sempurna untuk mendampingimu…” sambung Rio lagi.

Ify tidak peduli dengan kedua bulir bening yang kini mengalir dari sudut matanya. Yang sungguh dia inginkan saat ini adalah menahan lengan Rio, yang kini tengah berdiri dengan senyuman pahit itu. Tapi kenapa Ify merasa tak sanggup untuk melakukannya?

Rio menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.

“Hidup kamu selama ini sudah begitu sempurna Fy… Dan adalah salah jika aku memaksakan diri untuk ada disana…”

Tidak. Tidak. Tidak mungkin. Ify terpaku. Ini tidak mungkin perpisahan kan?

Rio membungkuk ke depan, menatap wajah Ify lebih dekat. Sambil tersenyum tipis, Rio menyelipkan sejumput rambut Ify yang jatuh ke depan ke belakang telinga Ify.

“Ga usah menyesali semua ini Fy… sesuatu yang terlalu indah tentang kenangan sepertimu, bukanlah untuk disesali…”

Setelah kata-kata terakhirnya itu, Rio menegakkan tubuhnya, menatap Ify sekali lagi. Lalu berbalik, menuju pintu dan melangkah keluar.

Ify kini sendiri. Dengan nanar menatap pintu itu. Berharap bayangan yang baru saja menghilang itu muncul kembali. Tapi tidak. Tidak ada suara langkah yang kembali menuju pintu. Yang terdengar hanyalah suara rinai gerimis yang mulai jatuh satu persatu, semakin deras, menyanyikan lagu bagi Rio yang kini pergi.

+++

Maap, mau nanya, itu sumurnya kosong ya? penulis mau loncat ke sumur dulu buat sesenggukan...
...
...
*manjat tali buat keluar dari sumur*

oke, penulis mulai frustasi... Ozy sudah mundur, dan sekarang Rio juga ber-say good bye? Ah. Ya sudahlah. Kita tamatkan ceritanya disini saja. Bagaimana?
Sepertinya penulis mulai putus asa untuk memperjuangkan nasib Ozy maupun Rio. Apakah para pembaca juga mulai frustasi dengan cerita ini???
Monggo, tumpahkanlah rasa frustasi kalian lewat komentar, baik melalui komentar disini, di fesbuk saya, ataupun lewat Twitter...

Cheers!
= Ami =

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-22

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

You Might Also Like

0 comments