I Love You, I Love You Not : Part 24

15.10.00

Part 24: Jawaban di dalam Tatapan

Angel menemui Rio, dan berusaha meyakinkan Rio bahwa dia tidak pantas untuk mendampingi Ify. Rio yang merasa bahwa Ify terlalu sempurna untuknya kemudian mendatangi Ify,hanya untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan Ify hanya bisa menatap kepergian Rio menembus tirai gerimis. Aaahh... Apakah memang harus berakhir seperti itu?

+++

Ify tidak sanggup bergerak. Tidak sanggup melangkah pergi. Tidak sanggup menahan aliran hangat di kedua pipinya. Bening yang mengalir tanpa isakan. Ify tidak sanggup menghentikan pikirannya yang terus menerus memutar kembali kata-kata Rio barusan.

“Kejar dia Fy…” sebuah suara halus menyadarkan Ify. Ify menoleh ke arah pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang tengah. Ada Mama disana.

Mama berjalan mendekati Ify, dan duduk di sebelahnya. Merangkul pundak Ify dengan salah satu tangannya.

“Mama belum pernah melihat kamu memandang siapapun dengan tatapan seperti itu Fy…”

Ify menatap Mama, mencari pembenaran. Mama tersenyum lembut, dan membelai pipi Ify perlahan.
“Mama udah kenal kamu semenjak lahir. Kamu selalu percaya diri untuk meraih apapun yang kamu inginkan, apapun yang kamu pikir terbaik untukmu… So if you don’t go chasing him rite now and tell him about the way you really feel, it would be like, the biggest mistake you’ve ever done in your life…”

Ify memeluk Mama, erat-erat. Tapi ga lama-lama sih. Dua detik doang. Nanti Rio keburu jauh.
(oke, bagian ini bikin ilfil ya? maap, penulis bukan orang yang romantis soalnya. Yak, mari kita lanjutkan…)

Setelah melepaskan pelukannya dari Mama, Ify berlari keluar dari pintu dan disambut hujan yang tak lagi sekedar gerimis.

Ify terus berlari. Dia tak peduli dengan deras hujan yang seakan juga tidak peduli bahwa untuk kali ini Ify hanya ingin mengikuti kata hati. Dan deras hujan mengantar Ify sampai di sebuah halte yang sepi. Hanya ada sesosok bertubuh tinggi disana yang dengan nada khawatir memanggil Ify.

“IFY! Lo NGAPAIN hujan-hujanan gini??”

Ify berhenti, menoleh ke arah suara tadi, dan kembali meneteskan air mata. Lega karena berhasil menyusul Rio. Sekali ini Ify berterima kasih kepada hujan, yang telah mencegah Rio pergi terlalu jauh darinya.

Dengan cepat Rio menarik tangan Ify untuk segera berteduh di bawah halte tersebut.

“Gua ga ngerti, apa lo waktu kecil dulu ga pernah hujan-hujanan atau gimana, tapi Fy, lari-lari di tengah hujan kayak gini bener-bener tindakan BODOH!” kata Rio dengan kesal sambil mengguncang-guncang pundak Ify. “Lo mau ngapain???”

Ify terdiam, dan menatap Rio. Lalu menjawab pertanyaan Rio, “Gua ngejar elo…”

“Fy, udah deh…”

“RIO! I swear by all the things in the world, I AM drop dead serious!”

“Lo jangan ngomong pake bahasanya Obama kayak gitu! Gua lama mikirnya, tau ga! Masa gua mesti buka kamus dulu??”

“Gua serius Yooo… Gua ngejar elo…”

Rio terdiam, kedua tangannya masih memegangi pundak Ify, meskipun sudah tak lagi mengguncangnya.

“Oke… sekarang lo udah berhasil ngejar gua. Gara-gara hujan sialan ini. Terus sekarang lo mau apa??”

Ify diam, memandangi Rio. Dan dengan lirih mengucapkan kata hatinya.

“Jangan pergi Yo… jangan pergi dari hidup aku…”

Rio tidak ingin mempercayai pendengarannya. Karena kata-kata Ify tadi terlalu indah untuk menjadi nyata.

“Gua bakalan cuma jadi pengganggu di hidup elo Fy…”

“Rio, justru dengan kamu hidup aku bisa terasa nyata… Aku ga perlu seseorang yang sempurna Yo, aku perlu seseorang seperti kamu. Yang bisa membuat aku merasa jadi diri aku sendiri tanpa harus berpura-pura jadi orang yang sempurna. Yang bisa membuat aku bebas mengatakan apa saja, melakukan apa saja sebagai aku. Yang membuat aku menyadari bahwa semua yang aku rasakan ini nyata, bukan cuma sekedar dongeng fairy tales…”

Rio terdiam. Menatap kedua mata bening itu. Mata yang saat pertama kali menatapnya dulu seakan diselimuti lapisan es. Dan Rio menemukan yang dia cari disana: ketulusan dan kejujuran. Rio tersenyum lembut. Perlahan kedua tangannya turun dari pundak Ify, beralih mengenggam jemari Ify.

“Kamu salah Fy…”

Ify memandang Rio dengan tatapan bertanya-tanya.

“Kalau kamu bilang di depan aku kamu ga perlu menjadi seseorang yang sempurna, itu ga sepenuhnya bener… Karena di mata aku, kamu justru adalah sempurna…”

Ify merasakan setiap tetes hujan membawa pergi setiap aliran detik waktu. Semua terasa berkabut, yang terasa nyata hanya sosok Rio dan genggaman kedua tangan Rio di jemarinya.

“Kamu begitu sempurna di mata aku Fy… “ Rio mengulangi kata-katanya, dan masih tersenyum saat menyambung kalimatnya, “bahkan hanya dengan memakai anting sebelah seperti inipun, kamu tetap terlihat begitu cantik…”

Ify terkesiap, dan refleks meraba telinga kanannya yang kosong, lalu meraba telinga kirinya dan merasakan sebuah anting panjang disitu. Baguuusss… rutuk Ify dalam hati, merasakan semburat hangat di wajahnya. Membayangkan betapa konyol dirinya terlihat, dengan gaun malam yang kini basah dan anting yang hanya terpasang sebelah di telinga kiri.

Rio tertawa kecil melihat perubahan ekspresi Ify, dan menggapai jari-jari Ify yang masih memegangi telinga kirinya. Perlahan Rio menurunkan jari-jari Ify ke sisi tubuh Ify. Rio dengan berhati-hati melepaskan anting tadi dari telinga Ify, menyelipkan anting itu di jemari Ify, dan kembali menggenggam kedua tangan Ify, lebih erat.

“Kamu mau pake anting cuma sebelah, ataupun enggak sama sekali, kamu tetap terlihat cantik di mata aku Fy. Kamu habis dandan ataupun basah kuyup kayak gini, kamu tetap yang paling cantik di mata aku Fy…” kata Rio. Rio lalu menarik nafas, dan tersenyum menatap Ify.

“Karena aku sayang kamu Fy…”

Ify balik menggenggam jari-jari Rio. Tapi tidak sanggup memikirkan jawaban apapun.

“Aku ga bisa memberikan janji bahwa aku akan memberikan hidup yang sempurna buat kamu Fy. Tapi aku janji, aku akan menyayangi kamu sebagai mana adanya. Kamu hanya perlu menjadi diri kamu sendiri di depan aku… Itu saja…”

Ify berusaha memikirkan jawaban yang cocok. Yang bisa mengungkapkan apa yang diteriakkan oleh hatinya saat ini. Tapi tidak ada satu kata pun yang bisa menyamai perasaan Ify saat ini. Maka Ify hanya balas menatap Rio sambil berusaha tersenyum. Berharap bahwa semua rasa itu dapat terlukis oleh tatapan matanya untuk dimengerti oleh Rio. Dan saat Rio tidak mengalihkan pandangannya dari Ify, dengan sebuah senyuman yang tidak akan pernah dilupakan Ify, Ify mendapatkan kepastian itu. Bahwa Rio mengerti jawaban Ify, meskipun tanpa kata.

“Umm… so, are we now officially a couple or what?” tanya Ify perlahan.

Rio tertawa, dan mengacak-acak rambut Ify. “Terserah deh lo mau bilang apa…”. Rio lalu duduk di bangku halte itu.

“Duduk yuk… pegel tau ga sih berdiri mulu dari tadi…”

Ify mengikuti ajakan Rio, dan duduk di sebelahnya. Berdua mereka diam, memandangi hujan yang kini mulai mengucapkan perpisahan. Hingga akhirnya rinai itu berganti menjadi titik-titik yang tersisa, jatuh dari ranting-ranting pepohonan.

Ify melirik ke arah Rio, dan bertanya, “Kamu ga bawa jaket ya?”

Rio menggeleng. “Enggak. Mana aku tau kalo bakalan hujan. Pas berangkat dari rumah tadi juga kayaknya langitnya cerah-cerah aja tuh…”. Rio lalu menoleh ke arah Ify dan balik bertanya, “Emangnya kenapa?”

Ify sempat diam, ragu untuk menjawab. Tapi toh akhirnya menjawab pertanyaan Rio tadi, “Kan biasanya, kalo di sinetron-sinetron gitu, pas adegan hujan kayak gini dan ceweknya merasa kedinginan, yang cowok bakal ngasih jaketnya buat si cewek itu…”

Rio langsung tertawa panjang mendengar jawaban Ify tadi. “Ya ampun Fy… namanya juga sinetron… Kalo mau yang model kayak sinetron gitu, sekalian aja tadi aku ngomong sayang ke ke kamu bener-bener sambil hujan-hujanan. Bukannya sambil berteduh di bawah halte butut kayak giniii…” kata Rio, sambil mengacak-acak rambut Ify kembali.

“Kamu tu ga ada romantis-romantisnya ah…” kata Ify sambil sedikit merengut.

“Dibilangin. Kalo mau nyari yang romantis, sono… jadian sama artis Korea aja…”

“Emang sekarang aku jadian sama siapa?”

“Sama aku kan?”

Mereka berdua bertatapan, lalu serentak tertawa.

“Ah, udah ah… balik yuk. Aku anter pulang…” kata Rio sambil berdiri. Ify mengikuti Rio berdiri. Saat Rio menoleh dan memandang Ify, keningnya langsung berkerut.

“Kamu duduk lagi gih, bentar…” kata Rio.

Ify menurut, walaupun dengan perasaan heran.

Rio lalu berlutut di depan Ify, dan melepaskan sepatu hak tinggi yang dipakai Ify. Sambil mengomel, “Lain kali, kalo mau lari-lari, apalagi lengkap dengan acara hujan-hujanan segala, ga usah pake sepatu model kayak gini…”

Ify memandangi sepatunya, sepasang stilletto warna hitam dengan hak setinggi 7 cm. Pantas saja kaki Ify terasa seperti habis digilas truk semen.

“Yah Yo… masa aku telanjang kaki pulangnya? Rugi amat kemaren aku sesi meni-pedi di salon”

Rio tidak menjawab, tapi duduk di sebelah Ify dan melepaskan sepatu kets yang tengah dia pakai dari kakinya. Dengan ujung-ujung jari kakinya dia mendorong sepatu itu ke arah kaki Ify. Sepatu Ify sendiri tergantung pasrah di antara jari-jari Rio.

“Pakai sono…” kata Rio.

“Kegedean.”

“Biarin. Kalo mau yang kecilan pake sepatunya Ozy aja…”, Rio mengajukan alternatif yang sebenarnya lebih tidak mengenakkan

“Ga mau.”

“Ya udah, pake…cepetaaan…”

“Tapi kan ga matching sama baju aku sekarang Yooo…”

“Biarin. Tetep cantik kok…”

“Gombal.”

“Tapi kamu suka kan?” sahut Rio, sambil tersenyum kecil.

“Iyee..iyeee… Ni aku pake nihh…” kata Ify sambil memasang sepatu itu di kakinya.

“Udah?” tanya Rio yang kini berdiri di depan Ify.

Ify mengangguk, dan berdiri mengikuti Rio. Rio tersenyum memandangi Ify. Ify yang memakai gaun selutut berwarna hitam berhiaskan payet-payet di bagian lengan, tapi dalam keadaan basah kuyup. Rambut Ify yang juga basah tergantung lemas di sisi-sisi wajahnya. Sepasang sepatu kets berwarna merah yang terlalu besar di kakinya. Dan Ify masih terlihat begitu cantik di mata Rio.

“Kamu cantik Fy….” Kata Rio perlahan. Kali ini tanpa melepaskan pandangan dari Ify. Justru Ify yang tertunduk malu, dengan wajah merona.

“Yuk, pulang…” kata Rio. Mengulurkan tangannya, yang disambut Ify dengan pasti. Bergandengan, mereka menelusuri jalanan yang masih basah. Berdua. Bersama. Dengan perasaan bahwa indahnya hidup kini adalah cerita mereka, dan mereka bersisian untuk menikmatinya bersama. Cerita mereka mungkin tidak sempurna, tapi yang penting, perasaan yang membangun cerita itu adalah nyata.

+++

Baiklah! Ending yang menyenangkaaann... Penulis pun berseri-seriii.. *walopun akan lebih berseri-seri lagi seandainya penulis adalah Ify :D*.
Jadi udah puas kan? Kan udah happy ending tuuhh...
Hah? Apa?
Masih ada yang kurang? Siapa? Oh iya... kisah penulis dan Pak Duta belum diceritain ya.... *KLONTANG...*
Yaelah, emang kurang siapa lagi? SIAPA??? SIAPA???
Oh, Ozy tooohh....
Iya, gimana ya nasib Ozy? Kayaknya penulis agak terlalu tega dengan Ozy. Waktu di JADOJC si Ozy digamparin sama Rio, kok di ILYILYN ini juga nasibnya ngenes banget yak?
Baiklah, kita lihat, apakah di Part 25 nanti si penulis yang garing ini masih tega terhadap Ozy.
Silahkeun menunggu... sampai Selasa malem nanti yaaa...
Sambil nunggu,ngasih-ngasih komentar doong... Biar saya tetep semangat nulis, dan ga tambah tega sama si Ozy :D

Cheers

=Ami=

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-23

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

You Might Also Like

0 comments