I Love You, I Love You Not : Part 22

15.03.00

Part 22: Ozy Mengingkari, Ozy Mengakui

Setelah menonton berdua dengan Gabriel, Acha yang tidak bisa tidur malah menelepon Ozy. Ozy sempat khawatir, tapi karena ada urusan dengan Pak Duta, Ozy belum sempat mengobrol banyak dengan Acha. Sepulang sekolah, belum sempat Acha bercerita, Ify sudah terlebih dahulu memberi tahu Ozy bahwa malam tadi Acha pergi menonton berduaan dengan Gabriel.
Bagaimana ya perasaan dan reaksi Ozy begitu mendengarnya?

+++

Acha menunduk. Di belakangnya, Ozy terduduk dengan lemas. Posisi Acha yang duduk menyamping memungkinkan Ozy untuk melihat sebagian wajah Acha yang semakin merona. Ozy memejamkan mata sesaat sambil menggigit bibir. Memohon kepada Tuhan untuk diberikan kekuatan.

Sedetik kemudian Ozy membuka mata, dan tersenyum.

“CIEEEE!!! Pantesan aja lo kagak bisa tidur tadi malem… Deg-degannya berasa banget yaaa…” seru Ozy pada Acha.

Acha merasa wajahnya semakin panas. Tapi dia lalu membalikkan wajahnya menghadap Ozy. “Aaahh… Ozy aaahh… jangan digodain gitu dooong… Aduuh.. untung udah pada pulang semua nih..”

“Ehm…”

Sebuah suara mengalihkan perhatian mereka berdua. Di sebelah kursi Ify yang kini kosong, Angel berdiri tegak, dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Di belakangnya, Dea dan Zevana berdiri dengan malas-malasan.

“Lo sebangku sama Ify? Siapa nama lo? Ocha?”

“Acha…” jawab Acha pelan..

“Apapun deh. Terserah. Ify mana? Udah pulang?

“Belum sih… Tapi tadi dia bilang mau keliling sekolah gitu sama Rio. Katanya sih mau ngambil foto buat buku sekolah…” jawab Acha.

“Siapa? Ify sama siapa?” Angel bertanya lebih lanjut

“Sama Rio.” Kali ini Ozy yang menjawab pertanyaan Angel tadi. Angel menoleh sekilas ke arah Ozy, memandang Ozy sambil mengangkat sebelah alis, lalu melengos. Angel kembali mengarahkan pandangannya kepada Acha.

“Punya nomernya?”

“Nomer Rio?” Acha balik bertanya.

“Lo pikir gua masih perlu nanyain nomernya Ify? Basi banget sih lo…” sahut Angel sambil mengeluarkan Blackberry-nya.

“Oh. Ada kok…” sahut Acha. Acha menekan sejumlah tombol di ponselnya, lalu membacakan sejumlah angka yang langsung dicatat Angel di Blackberrynya. Begitu selesai, Angel langsung berbalik.

“Dea, Zev, yuk… cabut…” kata Angel sambil melangkah pergi. Tanpa diperintah dua kali, kedua sahabatnya itu segera mengikuti Angel. Zevana sempat melemparkan sebuah lirikan ke arah Acha, tapi tidak mengatakan apa-apa.

“Eh, makasih lho yaaa…Kita juga seneng kok udah bisa bantuin kalian” seru Ozy dengan nada sedikit menyindir pada mereka bertiga.Tentu saja, ketiga selebritis sekolah itu terus berlalu. Seakan-akan tidak ada apa-apa.

“Beuh. Rombongan sirkus keliling aja lebih banyak ketawa kali ya daripada mereka…” komentar Ozy. Dia kembali menjawil lengan Acha dengan pulpen di tangannya.

“Eh..eh… kenapa? Gimana? Jadi tadi malem lo nonton? Berduaan? Sama Gabriel? PRIKITIIIWW!!”

Acha mengangguk kecil. Walaupun entah kenapa dia merasa berat untuk melakukannya.

“Cerita dong Chaaa… ceritaaa..” kata Ozy. “Eh, tapi sambil jalan ke depan yuk…” kata Ozy sambil berdiri dan menyelempangkan ranselnya. Acha ikut berdiri dan memakai tasnya. Sambil berjalan keluar, Acha mulai bercerita pada Ozy. Mulai dari pergi shopping bersama Ify, sampai dengan Ify yang tiba-tiba saja ditelepon oleh tantenya.

Begitu Acha mulai bercerita tentang Ify yang menerima telepon, Ozy mengerutkan kening, lalu meledakkan tawa. Akhirnya keanehan sikap Ify tadi malam terjawab juga.

“Zyyyy… kok kamu malah ketawa gitu siiihhh…” kata Acha kesal.

“Eh, gapapa… Lucu aja, kok bisa pas banget ya si Ify mendadak ditelpon tantenya gitu…” sahut Ozy sambil tersenyum.Mereka berdua sudah sampai di pekarangan sekolah, beberapa meter dari pintu gerbang. Ozy menghentikan langkahnya, dan bersandar pada sebatang pohon akasia.

“Terus, kamu seneng dooong…” kata Ozy sambil menatap Acha. Acha memilih untuk duduk di bangku yang ada di bawah pohon itu. Acha tidak tahu harus menjawab apa. Entah kenapa dia mengangguk. Tapi dia tidak sanggup melakukannya sambil memandang wajah Ozy, karena entah kenapa, dia merasa anggukannya tidak sepenuhnya berasal dari hatinya.

Ozy tertawa kecil, “Ya iyalah pasti kamu seneng banget. Akhirnya bisa nge-date berdua idola sekolah gitu… Siapa juga yang ga seneng? Kamu aja jadi sampe susah tidur gitu lho…”

Acha memberanikan diri melirik ke arah Ozy. Ozy yang tengah bersandar di batang pohon dengan sebelah tangan di dalam saku, dan tangan kiri memegangi tali ransel yang melingkari bahunya. Pandangan Ozy menerawang jauh ke depan. Sebagian rambutnya yang sedikit ikal itu terlihat agak berantakan di bagian depan. Tapi entah kenapa, rambutnya yang agak berantakan itu terlihat cocok dengan wajah Ozy yang biasanya selalu berhiaskan senyuman. Membuat Ozy terlihat manis.

Merasa diperhatikan, Ozy menoleh ke arah Acha sambil tersenyum kecil.

“Ya kan? Jadi susah tidur kan? Gua kira lo kenapaaaa tadi malem nelfon gua jam segitu…” kata Ozy. “Eh, jadi inget…” Ozy meraih tas ranselnya dan merogoh ke dalamnya. Dia lalu mengeluarkan sebuah kantong plastik dan menyerahkannya pada Acha.

Acha menerimanya sambil mengerutkan kening, dan memeriksa isinya. Ada 4 kotak susu coklat dalam kemasan di dalamnya. Acha mengangkat wajahnya dan memandang Ozy dengan tatapan bertanya.

“Euh. Enggak sih, gua sempet khawatir aja pas lo tadi malam bilang kalo lo susah tidur. Gua pernah baca, kalo minum susu coklat sebelum tidur bisa bikin tidur lebih enak…” kata Ozy sambil menggaruk-garuk belakang telinganya. Entah kenapa, suaranya terdengar sedikit gugup. “Tadinya sih, gua mau ngasih susu rasa gula merah aja. Tapi gua ga yakin apa susu gula merah juga bisa mengatasi insomnia ato enggak… Lagian waktu aku nanya sama orang di minimarket, jual susu rasa gula merah atau enggak, gua malah diketawain…” lanjut Ozy lagi.

Acha tersenyum. Tidak menyangka bahwa Ozy akan begitu perhatian.

Melihat Acha tersenyum seperti itu, entah kenapa, Ozy malah merasa semakin gugup. “Umm… tapi kalo lo ga bisa tidur karena seneng…ya bagus juga sih. Eh, maksud gua, gua ga pengen sih lo susah tidur sampe begadang nyaingin tokek ngeronda. Tapi ya gitu. Lo ngerti kan maksud gua?”

Acha tertawa kecil.

Ozy menghembuskan nafas, lalu berusaha tersenyum. “Maksud gua, kalo lo seneng karena udah bisa mulai deket sama Gabriel, gua juga ikut seneng dengernya…”

Acha berhenti tertawa. Mendengarkan lanjutan kata-kata Ozy.

“Gua tau lo udah lama suka sama Gabriel. Jadi gua ngerti lah kalo lo merasa bener-bener seneng karena akhirnya bisa deket sama dia Cha.”

Ozy menarik nafas, berusaha mempertahankan senyum itu. Ozy tahu, apa yang akan dia katakan, seberat apapun itu, adalah hal yang sungguh-sungguh dia rasakan.

“Ah, intinya Cha… Apapun yang membuat elo seneng, gua juga ikut seneng…” Ozy menatap tepat ke mata Acha, berharap agar Acha mengerti bahwa semua yang dia katakan tadi benar-benar datang dari hati. Bahwa apa yang Ozy inginkan, hanyalah melihat peri kecil itu bahagia.

Hening sesaat di antara mereka berdua. Hanya bisikan daun yang ditiup angin. Sampai akhirnya Ozy memecah keheningan,

“Cha, sebagai sahabat elo, gua cuma pengen yang terbaik buat elo…”.

Setelah menarik nafas panjang, Ozy melanjutkan kembali kata-katanya.

“Elo Cha, adalah sahabat terbaik bagi gua…”

Entah kenapa, melihat Ozy yang berdiri di sebelahnya dengan tatapan mata yang begitu menghanyutkan membuat Acha ingin menghentikan dunia untuk berputar. Agar sepasang bola mata yang teduh itu bisa selalu ada untuk menatapnya. Tapi kata-kata itu tadi…

Acha menggigit bibir, dan memaksakan sebuah senyum. Karena Ozy pun tersenyum kan?

“Dan kamu Zy, adalah sahabat terbaik aku…” sahut Acha pelan.

Bagi semua orang, dunia terus berjalan, waktu terus berdetik pergi. Tapi bagi Acha dan Ozy, setiap detik yang berlalu tak lagi berarti. Dan tanpa mereka sadari, mereka sebenarnya sama akan satu hal. Bahwa apa yang sebenarnya ada di hati mereka tidaklah persis sama dengan kata-kata yang mereka ucapkan.

Sahabat… Ah, tak bisakah batasan itu terlewati lebih dari sekedar sahabat?

Acha yang terlebih dahulu membuang pandangan dari wajah Ozy. Acha tahu, bila harus terus menatap dalamnya mata itu setelah semua kata yang terlontar tadi, akan ada aliran bening di sudut matanya. Acha berdiri sambil merapikan roknya.

“Pak Ony udah nungguin aku Zy…Aku pulang dulu…”

Ozy mengangguk. Tak mampu berkata-kata, karena masih berusaha menata hati

“Cha…” panggil Ozy ketika Acha sudah berjalan beberapa langkah. Membuat Acha menoleh.

“Kalo malam ini susah tidur lagi, susu coklatnya diminum ya…” kata Ozy lirih. Acha mengangguk pelan.

“Kalo masih ga bisa tidur, Acha nelfon lagi juga ga papa kok…” lanjut Ozy, tak lebih nyaring dari kalimat pertamanya tadi. “Aku akan selalu ada buat Acha kok.. Karena Acha adalah sahabat aku yang terbaik…”.

Acha tersenyum. Walaupun terasa pahit. kata-kata terakhir tadi begitu menusuknya. Untuk alasan yang sampai sekarang belum bisa Acha pahami. Acha berbalik kembali, dan dengan cepat langkah-langkah kecilnya berlari menjauh. Meninggalkan Ozy sendiri.

Ozy terus memandangi peri kecil itu setengah berlari, seakan menari di antara serumpunan rumput bertabur embun. Dengan berat dia menghela nafas. Membiarkan kepingan hatinya yang terserak luruh satu persatu. Ozy menghembuskan nafas kembali, dan berbalik.

“You’re such a liar… Dasar pembohong…”

Suara itu menghentikan gerakan Ozy yang baru saja akan beranjak dari tempatnya berdiri tadi. Dengan cepat Ozy berbalik ke arah suara tadi. Ify melangkah dari sisi koridor yang terhalangi rimbunnya semak. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada, Ify menatap tajam ke arah Ozy.

“Apaan lo bilang tadi? Sahabat?”

Ozy gelagapan. Apalagi melihat tatapan Ify yang menyelidik.

“Lho… Iya koookk.. lo juga sahabat gua kok Fy, walopun lo lumayan mirip sama jaelangkung, gua tetep rela kok nganggap lo sahabat…”

“Lo tau bahwa yang gua maksud bukan itu…”

Ozy menatap Ify dengan gugup.

“Lo yakin kalo lo bener-bener nganggap Acha cuma sekedar sahabat?”

“Fy! Ada vokalisnya Sheila On 7 tuh disana!!!” seru Ozy sambil menunjuk ke arah kanan Ify.

“Gua ga ngefans… Ayo jawab pertanyaan gua…”

“Fy! Vidi Aldiano lewat tuuuh!!” Ozy kembali menunjuk ke belakang Ify.

“Tetep ga ngaruh… And I’m still waiting for your answer. Jawaban yang jujur dari elo…”

“ADA JASON MRAZ LAGI KAYANG DI BELAKANG ELO!!” seru Ozy lagi.

“Ozy. Yang elo lakukan tadi, adalah usaha pengalihan perhatian paling buruk yang pernah terjadi galaksi kita ini…”

Ozy diam, membuang pandangan dari wajah Ify. Sementara Ify tetap berdiri tegak dengan mata yang tidak bergeming menatap Ozy.

“Jawab Zy. Sekarang. Dengan jujur.”

Ozy tahu, tidak ada gunanya berbohong di hadapan Ify. Maka dia memberanikan diri mengangkat wajah untuk menatap Ify.

“Gua ga bohong kok waktu gua bilang bahwa gua cuma pengen yang terbaik buat dia…”

“Dan walaupun elo ngomong bahwa lo cuma nganggap dia sahabat, kenapa mata lo bilang bahwa lo mengharapkan lebih dari itu?”

Ozy menoleh, menghindari tatapan tajam Ify. Dengan pandangan mata yang menerawang, dia menjawab, “Karena gua sadar, gua bukan yang terbaik buat dia…”

“Elo sendiri bilang kalo lo bakal selalu ada untuk dia, kenapa lo masih menganggap itu tidak cukup baik untuk Acha, Zy?”

“Acha layak untuk mendapatkan yang lebih baik dari itu Fy. Gua ga punya apa-apa untuk ditawarkan pada dia… Sementara Gabriel…”, Ozy memandang Ify kembali dengan sebuah senyuman pahit. “Gabriel punya segala sesuatu yang diinginkan Acha. Segala sesuatu yang ga bisa gua miliki, apalagi gua tawarkan untuk Acha…”.

Ify tidak berkata apa-apa. Tapi tidak mengalihkan pandangannya dari Ozy.

“Fy, waktu gua bilang gua seneng kalo liat dia seneng. Gua sama sekali ga bohong. Itulah yang bener-bener gua pengen. Ngeliat Acha bahagia…”

“Walopun untuk itu lo harus ngerasa sakit?”

Ozy mendesah, dan menjawab. “Sesakit apapun gua, terbayarkan dengan melihat dia bahagia. Gua rela melepaskan semua harapan gua, asalkan bisa melihat dia tersenyum seneng Fy…”

Ify menutup matanya sesaat dan menggelengkan kepalanya. Dia lalu membuka mata dan menatap Ozy.

“Lo masih belum jawab pertanyaan gua. Jadi pertanyaan itu akan gua ulangin lagi. Perasaan lo sendiri ke Acha gimana?”

Ozy membalas pandangan Ify, dan entah mendapat kekuatan dari mana, menyuarakan jawabannya. Jawaban yang di hadapan Acha tadi diingkari sendiri oleh Ozy.

“Gua sayang sama Acha. Lebih daripada seorang sahabat.”

Ozy menarik nafas, lalu menyambung kembali kata-katanya, “Dan karena gua sayang banget sama dia, gua pengen dia mendapatkan yang terbaik. Meskipun bukan bersama gua…”

Setelah mengucapkan kalimat terakhir tadi, Ozy berbalik, dan mulai melangkah pergi. Tapi panggilan Ify menghentikan langkahnya kembali.

“Zy!”

Ozy menoleh ke arah Ify.

“Kenapa lo ga berjuang untuk mendapatkan dia?”

Ozy tersenyum kembali, “Gua udah bilang, karena saat ini gua belum punya apa-apa untuk ditawarkan kepada dia. Untuk bisa membuat dia bahagia dan bangga karena telah memilih gua sebagai cowoknya. Gua laki-laki Fy. Gua pengen, orang yang gua sayang merasa bangga karena telah memilih gua…”

Ify terdiam mendengar kata-kata Ozy.

“Gua masih harus berjuang Fy. Untuk bisa membuktikan bahwa gua bisa membuat dia bangga. Bisa membuat dia bahagia. Masih banyak yang harus gua lakukan, yang masih harus gua raih, untuk bisa membahagiakan dia. Dan untuk saat ini, gua belum bisa ngasih apa-apa ke Acha yang bisa membuat dia bahagia… Maka kalau untuk saat ini yang bisa memberikan kebahagiaan buat Acha adalah Gabriel, gua rela Fy. Selama Acha seneng. Selama Acha bahagia. Itu saja.”

Selesai mengucapkan kata-katanya tadi. Ozy berbalik. Dan melangkah pergi.

Di belakangnya, Ify menatap punggung Ozy yang semakin menjauh. Ify baru menyadari, banyak hal yang tidak pernah dia tahu sebelumnya dari Ozy.

Dengan kesal Ify berbalik dan berjalan menuju Honda Jazz kuningnya. Kenapa tidak dari dulu Ify menyadari semua ini? Kenapa Ozy terlalu pintar menyimpan perasaan di balik semua kelakuan gilanya? Seandainya Ify sedari dulu sudah mengetahui semua ini, dia tidak akan repot-repot mengatur kencan Acha dan Gabriel. Apalagi melibatkan Ozy dalam rencananya itu. Sambil membanting pintu mobil, Ify tahu, dia berhutang sebuah permintaan maaf kepada Ozy.

+++
...
...
Permisi, penulis mau nangis dulu sebentar *ngeloyor untuk nangis di pojokan*
Baiklah teman-teman, sepertinya Ozy berhenti berharap *menghapus sisa-sisa air mata*.
Yah, paling tidak kalau Ozy mundur, semoga saja Rio enggak ya?
Oh iya, emang Rio apa kabar ya? Hemm... Mari kita lihat di Part 23 ya..
Masih semangat ga nunggu Part 23? Apalagi liat Ify mengiringi Rio tadi... hahaha.. momen ILYILYN banget rasanya bagi saya...*lebaynya mulai deh*

Cheers

=Ami=

You Might Also Like

0 comments