I Love You, I Love You Not : Part 20

14.59.00

Part 20: Eksekusi Rencana Ify

Ify akhirnya mengakui pada Gabriel, bahwa dia tidak bisa lagi memberikan harapan semu bagi Gabriel. Gabriel bisa menerimanya, dan malah mengajak Ify menonton. Ify menerima ajakan Gabriel, dengan syarat dia boleh mengajak teman. Hmm... kayaknya sih udah pada bisa nebak nih, kalo Ify bakal ngajak Acha. Tapi, bakal gimana yaaa...?

+++

Acha melongokkan kepalanya melalui pintu kelas, dan tersenyum lega melihat pemandangan yang dilihatnya. Dengan ceria *duh, bahasanya* dia melangkah menuju bangkunya. Ify sudah datang, tapi tengah duduk menghadap ke belakang, ke arah Ozy dan Rio. Acha lega melihat mereka mengobrol seperti biasa. Karena itu berarti semua sudah baik-baik saja.

Ozy yang pertama kali menyadari kedatangan Acha melambai ke arah Acha dengan penuh semangat, “Pagi Achaaa…”.

Acha meletakkan tasnya, lalu duduk menghadap Ozy dan Rio, seperti yang dilakukan Ify. Dia tersenyum, seperti biasa, kotak bekal Ozy terbuka dengan sejumlah penganan di dalamnya. Rio melipat tangannya di depan dada, dan sambil tersenyum, bertanya pada Acha.

“Gimana liat Monasnya kemaren? Bagus? Emasnya masih nempel di puncak Monas?”

Ify mengangkat alis, menoleh ke arah Acha, “Monas, Cha? Of all the places that you can go in Jakarta? Lo malah jalan-jalan ke MONAS?”

"Eh…itu..um… …” Acha gelagapan.

Tapi Ozy sudah memotong kata-kata Acha, dia berseru nyaring sambil menunjuk ke arah jendela,
“LIAT! Ada Spiderman nemplok di jendela!”

Rio melirik ke arah teman sebangkunya, lalu menggeleng-gelengkan kepala.

“Oh really?” cuma Ify yang menanggapi dengan nada geli.

“Ya iya lah Fy… cuma Spiderman yang bisa nemplok di jendela, kalo Superman mah ga bakal nemplok di jendela, dia mah mending terbang…”.

Ify tertawa, sementara Rio menabok kepala Ozy dengan LKS Fisikanya. Acha tersenyum kecil. Merasa senang melihat teman-temannya. Bagi Acha, hari-hari di tahun terakhirnya di SMA ini jadi semakin berwarna dengan persahabatan yang aneh ini. Ify yang sarkastik, Rio yang cool, dan tentu saja Ozy yang selalu membuatnya tertawa.

“Eh, bel masih lama ga ya? Pak Duta udah dateng ga ya? Cha, lo tadi lewat ruang guru ga? Ada Pak Duta ga?” tiba-tiba Ozy seperti teringat sesuatu saat dia meraih ranselnya dan mengobrak-abrik isinya. Dia lalu menarik keluar sebuah amplop coklat dari tas itu, lalu menoleh ke arah Rio.

“Yo, lo jadi? Udah ngumpulin formnya?” tanyanya dengan wajah panik.

Rio mengangguk, “Udah dari Jum’at kemaren gua kasih ke Pak Duta… Gua pikir lo udah juga… Kan paling lambat siang ini Zy…”

“WADUH! YA udah deh, gua ke ruang guru sekarang…” Ozy langsung berdiri dan berlari keluar kelas sambil menenteng amplop coklat itu.

Acha dan Ify saling berpandangan, lalu menatap Rio. “Apaan sih?” tanya Acha penasaran.

Rio malah membuka buku paket Fisikanya, menghindari tatapan mereka berdua. “Biasa lah, urusan sama Pak Duta…”

Acha sebenarnya ingin bertanya lebih jauh lagi, tapi dering bel mengurungkan niatnya. Sambil mengangkat bahu, dia mengubah posisinya menghadap depan.

“Cha…” Ify tiba-tiba menjawil pundak Acha dengan pulpen di tangannya. Acha menoleh.

“Kenapa?”

“Jum’at siang, lo pulang bareng gua yuk! Temenin gua ke mall, ntar pulangnya gua anterin deh” kata Ify sambil tersenyum.

Acha membelalakkan matanya. Semnejak proyek buku sekolah itu Acha memang jadi lebih dekat dengan Ify, dan sudah beberapa kali ke rumah Ify. Tapi selama ini dia belum pernah jalan-jalan ke mall bareng. Ada angin apa ya?

“Bareng sama temen-temen kamu yang lain? Maksudku, sama Angel dan yang lain-lainnya?” tanya Acha. Jujur, dia agak rikuh kalau harus bersama mereka. Karena Acha merasa teman-teman segeng Ify itu… berbeda dari dirinya. Entahlah, berasa ga nyambung aja…

Ify menggeleng. “Ga lah… Kita berdua aja… Mau ya?”. Melihat Acha mengangguk, Ify tersenyum puas. “Sip! Jum’at siang habis pulang sekolah, lo ke rumah gua aja dulu. Bawa baju ganti, jadi ganti baju di rumah gua. Habis itu, baru kita pergi…”

Acha masih tidak bisa berkata-kata karena kaget. Dan bingung. Maka dia hanya bisa mengangguk.

***

Acha yakin, pasti beberapa minggu yang lalu, Ify tanpa sengaja berjalan di bawah pohon pisang. Atau pohon beringin. Atau pohon kamboja. Pokoknya pohon yang angker. Dan pasti Ify kesambet penunggu pohon keramat itu. PASTI. Karena, kalau tidak seperti itu, kenapa Ify tiba-tiba berubah drastis seperti ini?

Mulai dari sikapnya yang jauh lebih ramah pada Acha, Rio dan Ozy. Lalu kesediaannya untuk ikut tim mereka dalam mengerjakan proyek buku sekolah itu, bahkan menawarkan rumahnya sebagai tempat mereka berkumpul setiap hari Minggu. Di sekolah pun, Ify mulai terlihat jarang bergabung dengan anak-anak DIvA’s. Kalau dulu setiap jam istirahat Ify selalu ngabur duluan untuk beredar bersama clique-nya itu di kafetaria, sekarang paling-paling hanya di jam istirahat kedua saja dia ikut bergabung dengan Dea, Zevana dan Angel. Pada jam istirahat pertama, biasanya Ify lebih memilih untuk ikut menguras isi kotak bekal Ozy. Dan lama kelamaan itu sudah seperti jadi tradisi bagi mereka. Bahwa di jam istirahat pertama, mereka berempat akan berkumpul bersama sambil menikmati bekal yang dibawakan Ozy. Dan adegan-adegan yang terjadi biasanya memiliki pola yang sama, Ozy dan lawakannya, Rio yang akan “menganiaya” Ozy karena merasa kesal dengan tingkah laku teman sebangkunya itu, dan Ify dengan komentar-komentar tajamnya terhadap Ozy. Acha? Dia biasanya sudah cukup puas hanya melihat kelakuan tiga temannya itu.

Tapi bagi Acha, puncak perubahan sikap Ify adalah di Jum’at siang ini. Acha sendiri tidak pernah membayangkan dia akan pernah berjalan-jalan hanya berdua dengan seorang Ify. Ify yang dulu hanya dipandanginya dari jauh dengan perasaan kagum bercampur iri. Acha tidak pernah menyangka bahwa dia akan bisa mengalami saat-saat seperti ini, keluar masuk gerai-gerai toko yang ada di salah satu Mall terbesar di Jakarta.


Acha berputar kembali di depan kaca. Benar juga kata Ify. Acha sempat tidak percaya diri untuk mencoba baju ini, tapi Ify terus menerus mendesaknya. Gaun cantik ini terlihat cantik sekali di tubuhnya. Gaun dengan model baby doll itu jatuh dengan pas tepat menutupi lutut Acha. Warna peach gaun itu tidak membuat kulit putih Acha terlihat pucat. Aksen berupa kerutan-kerutan di bagian lengan gaun itu membuat gaun itu terlihat semakin cantik. Acha kembali memandangi bayangannya di cermin. Acha tidak ingin menjadi orang yang sombong, tapi sekali-sekali, boleh dong dia merasa bahwa dia terlihat cantik dengan gaun itu? Dia lalu keluar dari kamar pas, dan berputar di depan Ify yang duduk menunggunya di butik itu.

“Udah Cha. Bagus koookk…. Seriously. You look Ah-mazing…!” seru Ify sambil menepukkan kedua tangannya.

Acha tersenyum kecil, masuk kembali ke kamar ganti. Beberapa menit kemudian dia keluar sambil menggantungkan kembali gaun itu di gantungannya, dan beranjak mendekati rak tempat gaun itu semula dipajang.

“Lho? Kok ga jadi diambil?” Ify meloncat mendekati Acha dan meraih lengan Acha.

“Fy. Bagus sih bagus. TAPI harganya itu…” sahut Acha.

Dengan sigap Ify meraih gaun itu dari tangan Acha, sambil berkata, “It’s on me. Aku yang bayarin”.

Dengan ternganga, Acha memandang Ify yang berjalan ke kasir, menyerahkan gaun itu dan sebuah kartu kredit. Acha masih ternganga sampai akhirnya Ify mendatanginya dan menyodorkan sebuah kantong kertas berlabelkan nama butik itu ke arah Acha.

“It’s officially yours…” kata Ify sambil tersenyum lebar ke arah Acha.

“Fy? Kamu serius? Ini beneran buat aku?”

Ify mengangguk, “Cepetan diambil! Pegel nih tangan gua…” kata Ify sambil tertawa kecil.

Acha meraih tas itu dengan rasa tidak percaya, “Fy, aku ga tau mesti ngomong apa…”

“Well, ‘thank you’ would be nice…” kata Ify.

“Makasih Fy…” Acha masih merasa bermimpi.

“Tapi Cha, like they said, there’s no such thing as free lunch. Ada syaratnya. Gua ikhlas ngebeliin baju itu buat lo, tapi lo mesti bantuin gua.”

Oh-oh. Oke. Bener juga. Ga ada yang gratis di dunia ini. Segala sesuatu ada harganya. Ada udang di balik batu. Ada kacang hijau di balik onde-onde. Ada gula merah di balik klepon. Acha mengira-ngira dengan gugup, apa yang akan diminta Ify darinya? Mengerjakan PR-PR milik Ify? Duh. Tapi mungkin dia bisa minta tolong sama Ozy soal itu. Atau apa?

Ify menatap Acha dengan senyum misterius, “Lo mesti temenin gua nonton malam ini ya, di FX”

Acha ternganga. Tidak mungkin. Gaun secantik ini ditukar dengan menemani Ify menonton? Keajaiban dunia apalagi yang akan terjadi setelah ini? Ikan paus tiba-tiba bisa menari Pendet?

“Sama apa lagi?” tanya Acha. Tidak mungkin banget rasanya bayaran yang diminta Ify untuk gaun ini hanya itu.

“Udah, itu aja…” kata Ify dengan santai, lalu berbalik dan mulai berjalan keluar butik. Baru dua langkah berjalan, dia berbalik lagi ke arah Acha, “Eh, sama satu lagi ding! Lo mesti pake baju itu ya…” katanya sambil tersenyum.

Acha mengangguk, lalu bergegas mengikuti Ify yang sudah melangkah lagi. Di dalam hati, Acha merasa ada sesuatu yang sungguh aneh dengan semua ini.

***

Acha ternyata keliru. Dia pikir kejadian tadi siang adalah puncak keanehan sikap Ify. Ternyata malam ini, sikap Ify membuat Acha semakin heran. Ify datang ke rumah Acha jam setengah enam, sejam lebih awal dari waktu yang mereka sepakati. Dan tidak hanya itu saja, Ify malah ribut mendandani Acha. Memaksa Acha untuk memakai baju barunya. Menata rambut Acha. Ify bahkan membawa set make-up nya sendiri dan sejumlah peralatan tempur untuk menata rambut Acha.

Acha kembali memandangi bayangan wajahnya di depan cermin. Nyaris tidak mengenali dirinya sendiri. Sementara, di sebelahnya Ify dengan ekspresi puas melihat hasil kerjanya.

“Sip! Now we’re sooo ready!” kata Ify. “Yuk, berangkat sekarang…” kata Ify, sambil membereskan barang-barangnya. Acha masih terdiam menatap wajahnya. Sempat terlintas di benaknya, apa yang akan diucapkan Ozy seandainya Ozy melihat Acha dalam tampilan seperti ini.

“Eeehh… dibilangin buruaaann…” kata Ify. Acha tersadar, dan menyambar tas kecilnya untuk segera menyusul Ify.

***

“Fy, emang kita mau nonton apa sih?” tanya Acha saat mereka berdua melangkah memasuki bioskop.

Ify tidak menjawab, dia malah sibuk melihat ke sekitar, seperti sedang mencari seseorang. Acha jadi semakin bingung. Tapi ketika Ify melambai dengan penuh semangat, Acha mengalihkan pandangannya dari Ify, dan melihat ke arah mana Ify melambai.

Kesalahan besar. Karena begitu melihat siapa yang dipanggil Ify, Acha merasa langsung ingin pingsan.

“Yel! Sini!” seru Ify.

Gabriel tersenyum dan melangkah mendekati mereka. Dan setiap langkah Gabriel membuat nafas Acha semakin sesak. Setiap langkah. Karena setiap kali Gabriel mengayunkan langkahnya, seperti ada sinar yang berkilau dari Gabriel yang memupuskan kehadiran orang lain di tempat itu.

Gabriel terlihat begitu tampan, dengan sweater hijau yang digulung sampai pertengahan lengan. Heran deh, cowok lain kalau pakai warna hijau, seringkali terlihat seperti lemper, tapi Gabriel malah terlihat semakin berkilau. Leher sweater yang dipakai Gabriel berpotongan V, memperlihatkan sebagian dari kemeja putih yang dikenakan Gabriel di balik sweater itu. Hanya perlu satu kata. SEMPURNA. Acha berpikir, tidak ada lagi yang bisa lebih sempurna dari penampilan Gabriel di malam itu.

Acha salah. Karena begitu Gabriel berdiri berhadap-hadapan dengannya, dan kedua ujung bibir itu melengkung membentuk senyuman, Gabriel terlihat semakin sempurna lagi. Dewa Yunani yang menjelma menjadi manusia. Robert Pattinson aja bakal minder kalo dipaksa bersisian sama Gabriel.

“Kirain ga jadi Fy…” Gabriel lalu menoleh ke arah Acha, “Hai… Kamu yang sebangku sama Ify kan? Acha kan?”

Dengan gugup Acha mengangguk. Otaknya berhenti bekerja. Tidak bisa memikirkan kata-kata apapun.

“Mau nonton film apa? Biar aku aja yang antriin tiketnya…” kata Gabriel.

“When in Rome aja! Katanya seru tuh… Romantis-romantis gimanaaa gitu lho…” kata Ify dengan cepat sambil mengeluarkan I-Phone nya dari dalam tas.

“Oke… kalian duduk aja dulu disana deh. Aku ngantri tiket dulu…”, Gabriel pun berlalu.

Acha menoleh cepat ke arah Ify, dan langsung memukul pundak Ify.

“Pasti kerjaan kamu ya? Kok ga bilang-bilang sih bakal ada Gabriel juga?”

“Lho, memangnya kenaaapaaa? Apa salahnya bareng sama Gabriel?” Ify malah sibuk dengan ponselnya.

“Ifyyy….”

“Ntar Cha, nanggung…” Ify malah nampak sibuk dengan ponselnya, membuat Acha merengut. Tapi toh dia terpaksa mengikuti Ify yang berjalan ke salah satu tempat duduk sambil terus memainkan jarinya di layar sentuh ponselnya.

“Ifyy… lo kok malah mainan hape gitu sih? SMS an ya?” kata Acha sambil mengambil posisi duduk di sebelah Ify.

Ify tidak menjawab, mengerutkan kening sebentar saat menatap layar, kemudian tersenyum lebar dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Hah? Apa Cha?” tanyanya.

Acha tidak sempat mengulangi pertanyaannya, karena Gabriel sudah keburu datang sambil membawa tiga lembar tiket dan sebuah kantong platik bening berisikan 3 kaleng minuman dingin.
Sambil tersenyum Gabriel mengangsurkan kantong platik itu kepada Acha.

“Tadi kepanasan banget ya? Habis mukanya kayaknya merah banget…” kata Gabriel.

Sambil menerima kantong plastik itu, Acha berusaha tersenyum. Walaupun dalam hati dia mengutuki dirinya sendiri, karena tidak bisa mencegah rasa panas yang mengalir ke seluruh wajahnya. Acha melirik ke arah Ify, yang berlagak seakan-akan asyik mengamati pengunjung yang hilir mudik.

***

Ozy memandang layar ponselnya sambil mengangkat alis. Membaca kembali SMS yang baru saja dia terima.

Sender: Ify Galak
Zy, telfon gua. SEKARANG. Or I promise I will kill you. Slowly and in a very painful way.

Beuh. Ga sia-sia Ozy menyimpan nomer Ify dengan nama Ify Galak. Harusnya malah pake nama Ify SADIS.

Ozy mengangkat bahu, lalu memencet sejumlah tombol. Baru dua kali nada sambung, suara Ify sudah terdengar.

“Ify’s speaking. Siapa nih?”

“Fy? Lo apa-apaan sih? Minta dijadiin kacang rebus?”

“Ya ampuuunnn… Tante Romyyy… Lagi dimana nih? Katanya kemaren habis dari Hong Kong ya?”

Ozy menjauhkan ponselnya dari telinga, dan menatap ponsel itu dengan heran. Bener kan ini nomernya Ify? Ozy mendekatkan kembali ponsel itu ke wajahnya.

“Ify? Kamu lagi di kuburan ya? Lagi kesambet ya?”

“Kenapa Tante? Ada titipan buat Mama?”

“IFY! Gua seganteng ini lo anggap cewek? TEGA! Dan kalopun gua bener-bener dikutuk jadi cewek, bahkan hanya untuk satu jam saja, gua menolak untuk jadi tante-tante. Apalagi tantenya elo!!”

“Waduh Tante.. mesti sekarang ya? Ify lagi sama temen-temennya Ify niihh…”

“Ify? Ify? Ya Tuhaaaannn… Kalau mau kiamat sekarang, jangan kayak gini dong tanda-tandanya! Ifyyy… Kamu lagi casting buat jadi suster ngesot ya?”

“Oh gituu… Ya udah deh Tante… Gapapa deh, Ify ambil sekarang aja…”

“Fy, kalo lo sekali lagi manggil gua TANTE, besok lo udah gua gantung di tiang benderanya Istana Merdeka!!!”

“Iya, sama-sama Tante… Paling setengah jam lagi Ify nyampe sana… Bye Tan…”

“IFY! Lo beneran minta ditembak pake meriam bambu ya!”

Tuuuuuuttt….

Dengan ekspresi campur aduk, Ozy memandangi ponselnya. Lalu menggosok-gosok keningnya sendiri sambil berbisik pelan “Kayaknya besok Ify mesti dirukiah deh… Sajennya mesti diganti jadi kembang 40 rupa kali ya…”

***

Ify memutuskan sambungan, lalu menyeringai ke arah Gabriel dan Acha. Gabriel mengangkat alis. Sementara Acha semakin gugup.

“Guys… sorry lho yaaa… Bukannya gua ga pengen nepatin janji.. Tapi si Tante Romy besok udah ke Singapur katanya. Jadi titipannya Mama mesti gua ambil sekarang. Sorry lho yaa…” kata Ify sambil berdiri dan menyampirkan tote-bagnya.

“Fy! Aku ntar pulang sama siapa dong…” Acha refleks bertanya.

“Ah, minta anterin Gabriel aja. Yel, gua nitip Acha ya. Tolong anterin pulang. Jagain lho! Awas kalo temen gua sampe lecek dikit aja… Orang udah dandan cantik banget gitu, masa dibikin lecek…” sahut Ify dengan santai.

“Ify!!” Acha berseru setengah tertahan. Tidak mungkin. Ga mungkin GA MUNGKIN INI BENERAN! Artinya, dia bakal berduaan aja sama Gabriel. Ga. GA MUNGKIN! Acha benar-benar merasa kena serangan panik. Berduaan aja sama cowok yang dia puja semenjak kelas 10, nonton film romantis, dianterin pulang… Acha betul-betul tidak tahu harus melompat kegirangan atau langsung menggali sumur untuk terjun ke dalamnya saking malunya.

“Oke deh… Tenang aja. Biar nanti Acha aku anterin…” kata Gabriel.

“Eh, ga usaaahh… Biar aku SMS sopirku aja minta dijemput! Ga usah repot-repot Yel..” Acha menggeleng dengan panik.

“Jangan lah Cha… Masa nonton bareng, tapi aku lalu dengan teganya membiarkan kamu pulang sendiri. Lagian ga ngerepotin kok. Beneran…” kata Gabriel sambil menoleh ke arah Acha, dilengkapi senyuman sempurnanya.

“Sip deh kalo gitu… Ya udah deh ya… Gua balik dulu, eh, ke rumah Tante Romy dulu… Bye all! Acha, ketemu besok di kelas ya…” Ify dengan cepat meraih pundak Acha dan bercipika-cipiki dengan Acha yang masih dalam kondisi shock. Sebelum Acha sempat mengatakan apa-apa, Ify sudah berbalik dan melenggang keluar.

Acha menatap punggung Ify setengah ternganga. Dia tidak tahu harus berterima kasih pada temannya itu, atau harus mengiris-iris Ify kecil-kecil untuk dijadikan acar, karena sudah membuatnya berada dalam kondisi seperti ini. Ditinggal berduaan dengan Gabriel. Ya Tuhan. Mimpi apa Acha semalam???

“Cha?” panggilan Gabriel menyadarkan Acha.

“Hah?” Acha menoleh ke arah Gabriel. Gabriel tersenyum, dan menunjuk ke arah pintu teater.

“Bentar lagi kayaknya mau dibuka tuh pintu teaternya. Nunggu di deket pintunya aja yuk…” ajak Gabriel.

Acha hanya bisa mengangguk. Otaknya buntu. Kakinya lemas. Dua tahun lebih dia hanya bisa terpana dan mengagumi Gabriel dari jauh. Dan sekarang? Sekarang dia akan segera duduk berduaan, bersebelahan dengan Gabriel. Di bioskop. Seperti pasangan yang sedang, kencan? Acha merasa ini semua mimpi saat dia memaksakan kakinya melangkah menuju pintu teater. Sementara Gabriel dengan santai berjalan di sebelahnya. Dengan wajahnya yang begitu sempurna.

***

Di luar bioskop, Ify mengeluarkan ponsel dari tasnya. Dengan sebuah senyuman lebar Ify menyentuh beberapa tombol di layarnya dan mendekatkan ponselnya ke telinga. Tiga kali nada sambung terdengar sebelum sebuah suara menyahut.

“Haaa…loo??”, suara Ozy terdengar sedikit ragu saat menjawab telpon.

“Zy?”

“IFY! Heh, lo kuntilanak sialaaaan! Udah sadar lo Fy kalo gua COWOK asli yang ga mungkin jadi tante-tante? Udah dibilangin kalo lewat kuburan jangan sendirian!!”

“Zy… thanks ya…”

“Tangs tengs apaan lo! Gua udah mau nyari alamat dukun yang paling cocok buat nyadarin elo, tau ga sih… Ni gua lagi buka-buka Yellow Pages!”

“Emang ada dukun pasang iklan di Yellow Pages?”

“BODO! Yang penting lo mesti segera mandi kembang Fy, biar cepet nyadar…”

“Zy! Lo jadi cowok kebangetan banget deh cerewetnya. Gua cuma mau bilang, terima kasih. Lo udah berperan besar untuk membuat Acha seneng…”

“Hah? Apa? Kok bawa-bawa Acha segala sih Fy?”

Ify tertawa kecil sebelum menjawab, “Ah, tunggu detailnya lah besok. Tapi kalo Acha seneng, lo juga pasti ikut seneng kan…”. Dan Ify memutuskan sambungan.

Ozy memandangi ponselnya. Mencoba mencari jawaban atas sikap Ify barusan. Tapi entah karena sel-sel otaknya sudah terlalu lelah untuk bekerja, Ozy betul-betul tidak mengerti tentang apa yang baru saja terjadi. Ozy menghela nafas. Satu-satunya yang bisa dia meng

erti dari Ify tadi adalah kalimat terakhirnya. Bahwa kalau Acha senang, Ozy juga akan ikut senang. Karena itulah yang selalu diinginkan Ozy. Melihat peri kecil itu bahagia.

+++

Ah...seandainya saja Ozy tahu...
Eniwei... Jangan-jangan setelah nonton berduaan, film romantis pula, Gabriel bakal sama Acha niiiihhh...
Hmm.. Iya kali ya, cocok juga deh, lagian kan Acha udah dari dulu naksir sama Gabriel :D
Terus gimana dong? Tunggu Part 21 aja kali yaaa.. Masih pada mau baca kan? Masih pada mau komentar kan?

Cheers

=Ami=

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-20

You Might Also Like

0 comments