I Love You, I Love You Not : Part 19

13.09.00

Part 19: Ify yang Berusaha untuk Jujur

Rio akhirnya menyesal, dan memutuskan untuk ke rumah Ify dan meminta maaf. Kira-kira, bagaimana ya cara Rio meminta maaf pada Ify? Ify sendiri, mau tidak ya memaafkan Rio?

+++

“Non Ify…”

Ify membuka mata, dan refleks meraih jam weker di meja di sebelah tempat tidurnya. Astaga, sudah jam tujuh lewat! Sore itu dilewatkan Ify dengan menangis begitu lama, hingga akhirnya dia jatuh tertidur. Dengan malas Ify melangkah dan membuka pintu.

“Non, ada temennya di bawah. Lagi nunggu di ruang tamu…”

Ify mendesah kesal. “Suruh nunggu bentar Mbok…” kata Ify sambil berjalan ke arah meja rias. Menyisir rambut 2-3 kali dengan asal-asalan lalu mengikatnya sekenanya dengan karet yang ada. Ify memandang ke arah bayangannya, yang mentapnya balik dengan sepasang mata yang sembab. Ify mendesah kesal kembali.

“Awas aja kalo ternyata ga penting…” pikir Ify dalam hati sambil melangkah menuruni tangga. Begitu memasuki ruang tamu, sosok tinggi yang tengah duduk mendadak berdiri. Begitu melihatnya, Ify merasa menyesal tidak menyempatkan diri untuk mencuci muka tadi. Atau setidaknya menyisir rambutnya lebih rapi lagi.

“Ify…”

“Rio…”

Lalu mereka berdua terdiam, sampai akhirnya Ify memulai.

“Lo datang kesini ga cuma pengen manggil nama gua doang kan?”

Rio tertawa perlahan, lalu duduk kembali dan meraih ranselnya.

“Gak…”

“Rio, listen… Aku…” Ify terdiam sesaat. Dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Apalagi di hadapan seorang cowok. Tapi toh, selalu ada saat pertama untuk apapun kan? Ify menatap ke arah pintu di sisi kanan Rio sambil melanjutkan kalimatnya.

“Aku… minta maaf…”. Ify lalu memberanikan diri mengangkat wajah untuk memandang Rio. “I’m sorry. I really am.’

Rio tersenyum.

“Yah, keduluan…” katanya sambil tertawa kecil. “Gua juga mestinya minta maaf… Gua udah kasar banget ngomongnya ke elo…”

“Ye, tau gitu kan gua ga minta maap duluan. Mending elo yang minta maap…” kata Ify sambil berjalan mendekat dan duduk di kursi dekat Rio.

“Lo tu ya…” kata Rio sambil menggelengkan kepala perlahan.

“Kenapa?”

“Ga… Gapapa…” Rio merogoh ke dalam tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus kertas sampul coklat, kertas sampul yang biasanya digunakan untuk menyampuli buku. Dia lalu menyodorkannya ke arah Ify, “Buat elo.”

“Ini maksudnya sogokan perdamaian?” tanya Ify sambil meraih bungkusan itu, dan menggoyang-goyangkannya perlahan di sebelah telinganya.

“Terserah elo deh…”

Ify mengangkat alis, lalu merobek pembungkus kotak itu. Ada sebuah pigura di dalamnya. Pigura hitam sederhana. Tapi bukan piguranya yang membuat Ify terpana, melainkan isi pigura itu.

Foto-foto Ify yang disusun dengan apik. Semua foto-foto itu adalah foto yang dipotret oleh Rio pada hari dimana pertama kali mereka mengerjakan proyek buku sekolah. Di bagian tengah, foto Ify yang tengah memandang keluar jendela. Ify ingat, foto itu diambil dari samping oleh Rio secara diam-diam. Waktu itu Rio beralasan hanya ingin belajar mengatur pencahayaan. Di sekeliling foto itu, Rio menempelkan foto-foto Ify dengan berbagai macam ekspresi dalam ukuran yang lebih kecil. Semua foto itu dicetak hitam-putih. Klasik. Unik. Dan tiba-tiba Ify ingin menangis melihatnya. Entah kenapa. Konyol ya? Selama ini, hadiah yang diterima Ify hanyalah sesuatu yang bisa dibeli di mall. Di butik. Di manapun. Dan kumpulan foto ini, sesuatu yang Ify yakin ditata sendiri oleh Rio, jauh lebih berharga dari apapun yang bisa dibeli dengan sekedar menggesekkan Kartu Visa.

“Em… Sekali lagi, gua minta maaf… Gua nyesel banget sama apapun yang gua omongin ke elo Fy…” kata Rio dengan lirih, sementara Ify perlahan mengusap permukaan kaca pigura itu.

Ify mengangkat wajah dan tersenyum ke arah Rio. “Thanks. Gua suka banget…”

“Jadi gua dimaafin kan?”

Ify mengangguk perlahan, “Asalkan lo juga mau maafin gua…”.

Rio tersenyum lega, “Baguslah… Soalnya gua ga pengen bikin lo marah, sedih, apalagi nangis. Gua ga mau liat cewek cantik kayak lo nangis…”

Kalimat Rio yang terakhir membuat Ify tersentak, dan menatap Rio dengan tatapan tak percaya.
Rio terlihat kikuk, lalu mengalihkan pandangan dari Ify, sambil berkata, “Lo cantik Fy, meskipun dalam kondisi apapun…”

Ify tersenyum. Dia sudah sering mendengar cowok menyebutnya cantik. Tapi semuanya mengatakan hal itu tanpa melepaskan pandangan dari Ify. Belum pernah ada yang mengatakannya sambil membuang pandangan seperti itu. Seakan-akan Rio sendiri tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Dan bagi Ify..itu sangat…berbeda… Karena Ify tidak pernah membayangkan Rio akan mengomentari seseorang, siapapun, apalagi Ify, dengan kata-kata “cantik”.

“Apa Yo? Kamu tadi bilang apa?” tanya Ify pada Rio sambil tersenyum kecil.

“Kan lo udah denger…”, sahut Rio, masih tidak mau menatap Ify

“Ga kok. Gua ga denger. Lo ngomongnya pelan banget…”

“Ga. Gua udah ngomong. Lo udah denger.”

“Ulangin lagi dong, biar gua bisa denger…”

“Lo pasti denger kok…”

“Biarpun gua denger, gua pengen denger sekali lagi Yo. Apa tadi lo bilang?”

“Ah, udah ah, gua pulang sekarang aja…” sahut Rio dengan nada agak kesal sambil berdiri dan menyelempangkan ranselnya.

“Ye, malah ngambek.” Kata Ify sambil tertawa kecil.

Melihat Ify tertawa seperti itu, Rio tidak bisa menahan senyumnya. “Nggak kok. Tapi kan udah malem Fy. Besok hari Senin pula. Gua balik dulu ya…”

Ify mengangguk, mengiringi langkah Rio menuju pintu. Sambil bersandar di pintu, Ify memandangi Rio yang menaiki motornya. Begitu suara motor Rio menghilang, Ify berbalik, menutup pintu dan melangkah menuju kursi tamu. Sambil duduk, diraihnya kembali foto berpigura itu. Sambil tersenyum kecil, Ify mengelus perlahan permukaan kaca pigura itu.

Sampai suara mobil yang memasuki halaman rumah Ify menarik perhatiannya. Ify mengerutkan kening, dan menunggu. Ada suara pintu mobil yang dibuka dan ditutup kembali. Dilanjutkan suara langkah kaki yang melangkah dengan mantap ke arah pintu. Ify berdiri dari kursinya, tepat ketika terdengar ketukan di pintu. Ify melangkah ke pintu, dan membukanya.

Ada Gabriel disana. Dengan senyuman khas Gabriel di wajah tampannya. Di tangan kirinya, Gabriel menjinjing sebuah tas karton kecil.

“Halo Fy… Tumben kamu yang bukain pintu? Cepet banget lagi, baru diketok sekali…”

“Gua pas lagi ada di ruang tamu. Masuk Yel…” kata Ify sambil melangkah masuk, dan duduk mendahului Gabriel.

“Eh, pas kesini tadi, aku kayak liat Rio gitu deh di belokan depan. Sekelas sama kamu kan? Dia habis dari sini apa gimana?” tanya Gabriel sambil duduk di hadapan Ify.

“Umm… ya gitu deeehh…” kata Ify sambil meletakkan pigura yang dari tadi dijinjingnya. Ify melirik sekilas, memastikan bahwa pigura itu berada dalam kondisi terbalik, foto-foto Ify di bagian bawah.

“Fy, tadi sore Tante Ucy baru datang dari Thailand, habis liputan disana. Dia nitip ini buat kamu…” Gabriel menyodorkan tas kertas yang dibawanya tadi pada Ify. Ify melirik sekilas ke dalam tas itu saat mengambilnya dari Gabriel. Sepertinya syal dari sutra.

“Fy, malam Sabtu nanti ada acara ga? Mau nonton ga?” tanya Gabriel lagi sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

Ify memandang Gabriel. Lalu lirikan matanya jatuh ke pigura hitam di sebelahnya. Ify menghela nafas panjang. Dia sadar, ada yang harus dia selesaikan.

“Yel, I really think that we have to talk about something…”

Gabriel menatap Ify, dengan tatapan bertanya.

“Yel, gua tahu kalo selama ini kita sering jalan bareng. You know, to those parties and all sort of other occasions?”

Gabriel mengangguk.

Ify menarik nafas dan menghembuskannya beberapa kali. Otaknya berusaha mencari kata-kata yang tepat. Gabriel itu baik. Oh, okay, he’s way too kind. Terlalu baik malah. Masa sih Ify tega mengecewakan Gabriel? Lagipula, Gabriel itu kurang apa coba? Kurang apa??? Cewek mana sih yang dengan bodohnya mau mengecewakan seorang Gabriel?

Tapi… Sepertinya kalau Ify terus memberikan harapan yang tidak jelas, itu jauh lebih menyakitkan. Walaupun mungkin rasa sakit itu tidak terasa sekarang. Akhirnya Ify memandang Gabriel, tepat di matanya.

“Yel, don’t take me wrong. Lo itu adalah salah satu cowok paling baik yang pernah gua kenal. You know, like one of the most amazing people I’ve ever known. Dan lo punya segalanya yang diinginkan seorang cewek untuk ada dalam seorang cowok Yel…”

Gabriel tidak menjawab, tapi tatapan mata Gabriel terus menusuk mata Ify, mencari penjelasan.

“Yel, jujur ya…lo selama ini nganggep hubungan kita gimana sih?”

Gabriel semakin diam. Lalu tersenyum kecil.

“Kamu sendiri nganggepnya gimana?”

Sialan. Sialan sialan sialan. Ify tidak siap balik ditanya seperti itu. Ify menunduk sebentar, lalu memberanikan diri memandang Gabriel kembali. Dia hanya punya satu pilihan.

“Sorry Yel… I don’t want to disappoint you, but… bukannya gua mau ngecewain elo…”, dan kalimat Ify terhenti disana. Menggantung.

Hening.

Gabriel terus menatap Ify, lalu dia mendongak, menatap ke langit-langit. Setelah beberapa saat, dia lalu menghembuskan nafas panjang dan menatap Ify kembali. Ada sebuah senyuman di wajah Gabriel. *maap, habis penulis ga bisa membayangkan Gabriel berwajah sedih*

“Kalo mau jujur, aku dari dulu udah ngerasa Fy. Bahwa kamu biasa aja ke aku. Tapi kamu tau sendiri, bahwa lama kelamaan, mendampingi kamu sudah seperti jadi kebiasaan buat aku. Lagian kamu tahu sendiri, gimana Cakka, Angel dan yang lainnya bersikap soal kita. Tadinya aku berharap kebiasaan itu lama-lama bisa mencairkan kamu…” Gabriel berhenti sesaat.

“Tapi sepertinya aku salah…” sambung Gabriel lagi.

Ify merasa SANGAT bersalah. Apalagi Gabriel masih tetap mempertahankan senyumnya. Ify merasa akan jauh lebih baik kalau saja Gabriel marah. Atau terlihat sedih. Kalau dia tersenyum seperti ini, Ify justru merasa semakin tidak enak. Karena senyuman itu memang meluluhkan. Dan Ify nyaris ingin menarik kembali semua kata-katanya tadi.

“Yel, gua bener-bener minta maaf…”

Gabriel mengalihkan pandangannya dari Ify ke pigura hitam yang ada di sebelah Ify.

“Itu apa Fy?”

Ify refleks mengambil pigura itu dan mendekapnya di dada, dengan salah tingkah Ify berusaha menyahut, “Ini..eh… umm.. Gak… Bukan apa-apa kok…”

Gabriel mengerutkan kening sambil setengah menggigit bibir. Berusaha menjalin berbagai hal yang terjadi dan dilihatnya menjadi satu kesimpulan.

“Itu, dikasih Rio tadi ya? Dia tadi dateng ke sini ngasih itu ya?” Gabriel mencoba membuktikan sesuatu.

Ify tidak bisa menjawab, selain memberikan sebuah anggukan kecil. Gabriel menghembuskan nafas. Memperoleh kepastian atas semua dugaannya.

“Kamu ngomong semua ini…karena dia kan?” tanya Gabriel dengan senyum di wajah tampannya. Kedua matanya tak pernah lepas memandang Ify.

Ify tidak menjawab, malah membuang muka, memilih untuk memandangi lukisan di dinding kirinya. Masih sambil mendekap pigura itu di dadanya.

“Selama dia bisa bikin kamu bahagia, aku yakin dia layak untuk kamu Fy. Lebih layak daripada aku.”

Ify menoleh ke arah Gabriel. Yang baru saja mengucapkan kalimat itu dengan tenang. Tanpa sedikitpun kegetiran dalam kata-katanya.

“Yel… Gua bener-bener minta maaf…”

“Kamu ga perlu minta maaf. Sama sekali bukan salah kamu Fy…”

“Yel, lo pantes banget dapet cewek yang lebih baik daripada gua. Lo lebih pantes bersama seseorang yang bener-bener menyukai elo…”

Gabriel tertawa kecil, “Itu soal lain lagi…”. Setelah terdiam sejenak, Gabriel lalu menyambung perkataannya. “Tapi kita masih bisa temenan kan Fy?”

Ify tersenyum, “Absolutely, kita masih bisa temenan…”

“Kalo gitu, kamu masih mau kan nonton bareng, malam Sabtu nanti? Sebagai teman?”
Ify memandang Gabriel, lalu mengangguk. “Boleh…”. Jawaban yang disambut Gabriel dengan senyuman ramahnya. Kemudian Ify menyambung kalimatnya lagi.

“Gua boleh ngajak temen ga Yel?”

Gabriel mengangkat bahu, “Ya bolehlah, kenapa enggak? Biar tambah rame…Mau ngajakin Angel? Atau Zev?”

“Nggak kok Yel, ngajak temen yang lain. Ntar kita nontonnya bertiga aja. Keramean juga ga enak…”
Gabriel mengangguk sambil berdiri. “Sip! Mau aku jemput jam berapa?”

“Eh, ga usah Yel… kita langsung ketemuan disana aja, ntar biar aku sama temenku yang nyamperin. Di FX aja ya Yel, kayak biasa?”

Gabriel mengangguk. “Boleh deh… Aku pulang dulu ya Fy. Makasih…”

Ify tersenyum. Mengantarkan Gabriel ke pintu. Begitu Gabriel menutup pintu mobil, Ify berbalik dan menutup pintu rumah. Dia lalu melangkah menaiki tangga, dengan sebuah rencana di kepalanya.

+++

Yak! Sepertinya ada yang baru saja patah hati... Siapa yang mau menghibur Gabriel? *penulis sih mau dengan sangat senang hati :D*
By the way, siapa yang mau diajak Ify untuk nonton bareng sama Gabriel juga? *penulis langsung angkat tangan*
Jadi, kalo masih penasaran dengan kelanjutan setori ini, silakan menunggu kehadiran Part 20...

Cheers

=Ami=

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-19

You Might Also Like

0 comments