I Love You, I Love You Not : Part 13

12.35.00

Part 13: Sesi Pemotretan

Saat mengerjakan proyek sekolah di rumah Ify, sesuai janjinya, Ify meminjamkan kameranya pada Rio. Gimana ya sesi pemotretan mereka berdua?

+++

Rio mengikuti Ify ke ruang tengah. Ify mendekati sebuah lemari kaca, dan mengeluarkan sebuah tas berbentuk kotak dari dalam lemari tersebut. Dia lalu membuka tas itu, mengeluarkan isinya, lalu menyerahkannya pada Rio. Rio menerimanya dengan mata terbelalak.

“Gila! Gua kira kamera digital saku biasa! Ternyata yang model keren kayak gini…” Rio berdecak kagum sambil menimang-nimang kamera digital profesional di tangannya.

“Itu yang Nikon D-60. Kalo yang D-90 dibawa kakakku ke Singapur” kata Ify menjelaskan. “Kamu bisa makenya?” tanya Ify lagi.

“Jelasin dulu deh dasar-dasarnya ke gua. Gua pernah sih baca-baca majalah fotografi gitu, punya Om gua. Tapi baca ama praktek ya pasti beda lah…”

“Sini deh…” kata Ify, mengambil lagi kamera itu dari tangan Rio, lalu duduk di sofa. Rio mengikutinya. Ify kemudian menjelaskan teknik-teknik dasar penggunaan kamera itu pada Rio.

Beberapa kali kamera berpindah tangan dari Ify, ke Rio, ke Ify, lalu balik ke Rio lagi. Karena memang pada dasarnya Rio menyukai fotografi, dalam waktu sebentar saja Rio sudah bisa mengoperasikan kamera itu dengan baik.

“Sip lah! Kirain dukun kerempeng kayak elo bisanya cuma nyembur menyan doang…” kata Ify sambil tersenyum saat mengamati hasil jepretan Rio lewat layar kecil di kamera itu.

Rio langsung merebut kembali kamera itu. “Eh, gua praktek lagi dong… Lo duduk disana deh, di depan piano itu tuh…” Rio menunjuk ke arah grand piano hitam di salah satu sisi ruangan.
Ify menurut, dan berpose beberapa kali sementara Rio menjepretkan kameranya ke arah Ify.

“Udah ah Yo… Capek gua nih…” kata Ify akhirnya, setelah Rio sudah menyuruhnya berpindah lokasi sebanyak 4-5 kali. Ify lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

Seakan tidak peduli dengan kata-kata Ify tadi, Rio terus membidikkan kameranya ke arah Ify.
“Eh… dibilangin udahaaaannn!” seru Ify sambil meyilangkan kedua tangannya di depan untuk menutupi wajahnya.

Rio tertawa, tapi terus memotret Ify. Dengan kesal, Ify menjulurkan lidahnya ke arah Rio. Seakan tidak peduli, Rio terus mengambil foto. Ify lalu mulai iseng, berpose dengan berbagai macam ekspresi aneh, dan membiarkan Rio mengabadikannya dalam kamera tersebut. Sepuluh menit kemudian, mereka duduk berdampingan di sofa, tertawa-tawa saat melihat-lihat kembali hasil jepretan Rio tadi.

“Yang ini lucu niihhh…” kata Rio menunjuk layar kamera yang ada di tangannya. Ify mencondongkan tubuh ke arah Rio untuk melihat foto yang ditunjuk tadi. Tanpa mereka sadari, kepala Ify sudah setengah bersandar di bahu Rio.

“Aaahhh… Gua jelek banget disituu…Ntar dihapus aja yaa…” komentar Ify begitu melihat fotonya yang sedang mencibirkan mulut dengan mata setengah dijulingkan.

“Ga usah lah… Biarin aja, ntar gua kirim ke mading sekolah…” ledek Rio. Ify langsung memukuli pundak Rio dengan kedua tinjunya.

“Riooo… mau ditaruh dimana muka gua nanti! Seumur-umur gua selalu keliatan sempurna di depan publik, masa sekarang tiba-tiba muncul foto gua dengan ekspresi ajaib kayak gitu…”

“Ya gapapa lah Fyyy… Sekali-kali keliatan jelek ya gapapa kali! Mana ada sih orang yang selalu terlihat tampil sempurna?”

“Yo, that’s why they created fashion! Itu gunanya fashion Yo… Untuk membuat kita tampil sempurna! Ah, susah ah ngomong ama cowok soal giniaaan…” kata Ify dengan kesal. Dia berhenti memukuli Rio, mengangkat kedua lututnya ke atas sofa dan memeluknya.

Rio menegakkan kembali tubuhnya yang sempat nyaris ke jatuh ke samping akibat dipukuli Ify tadi.

“Fy, justru ketidaksempurnaan lah yang membuat seseorang menjadi sempurna…” kata Rio, sambil kembali melihat-lihat foto-foto yang ada di kamera itu.

Ify mengerutkan kening dan menoleh ke arah Rio, “Maksud lo?”

Rio hanya mengangkat bahu, “Klise sih, tapi kan ga ada yang sempurna di dunia ini. Dan buat gua pribadi, justru ketidaksempurnaan seseorang membuat orang itu jadi lebih terasa nyata. Kalau ada seseorang yang keliatannya sempurnaaaa banget, gua malah cenderung merasa kalau semua itu semu…” kata Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari layar kamera.

Ify terdiam. Beberapa jam yang lalu, entah kenapa dia mulai mempertanyakan kehidupannya sendiri begitu mendengar kata-kata Acha. Dan sekarang, kata-kata Rio tadi terasa telak.

“Eh, yang disini elonya jelek banget nih…” Rio tertawa kecil sambil menunjuk salah satu foto lagi.
Ify tidak mengindahkannya, malah bertanya pada Rio.

“Emangnya lo ga pengen punya cewek yang selalu keliatan cantik dan sempurna?”

Rio menghentikan tawanya dan menatap Ify dengan heran. Tidak menyangka akan ditanyai seperti itu. Tapi melihat ekspresi serius di wajah Ify, Rio menghela nafas.

“Kalau gua memang sudah sayang sama seseorang, dia akan selalu kelihatan cantik di mata gua. Mau dia habis dandan, atau baru bangun, dia akan tetap keliatan cantik. Mau dia pake baju rancangan desainer terkenal ato cuma pake piyama butut pun, dia akan tetap terlihat sempurna di mata gua.” Kata Rio, sambil menatap Ify tepat di matanya.

Ify tidak tahu harus berkata apa. Tapi dia juga tidak ingin mengatakan apa-apa. Yang dia tahu, sepasang mata yang tengah menatapnya tajam saat ini sudah membuatnya kehilangan kata-kata.

Rio memandang Ify, tak bergeming. Menikmati kedua mata yang cantik itu. Dagu yang tirus di ujung wajah lancip yang saat ini tengah membalas tatapannya. Rambut lurus Ify yang halus jatuh membingkai profil wajahnya.

Saat itu juga, Rio baru menyadari, semua kata-katanya tadi melukiskan apa yang dia rasakan pada Ify selama ini. Perasaan yang sebenarnya tidak ingin dia akui. Karena Ify terlalu indah untuk dirinya.

Karena Ify adalah gemintang yang selalu menggantung di antara galaksi, selalu bersinar cantik meskipun malam tak pernah menawarkan kehangatan.

Dan diantara mereka, dunia membeku. Lewat mata mereka, semua yang ada itu semu, kecuali tatapan mata mereka berdua.

Dentang lonceng yang menandakan hari sudah memasuki jam satu siang memaksa Rio dan Ify untuk memutar dunia kembali. Ify memalingkan wajah sambil menggigit bibir. Rio mengangkat kamera di tangannya dan berlagak membidik sesuatu di ruangan itu, entah apa.

“Euh, gua ngeliatin si Acha dulu ya…” Ify bangkit dan melangkah menuju teras samping.

“Oh iya ya… Curiga gua si Ozy dari tadi ga kedengeran suaranya. Jangan-jangan dia lagi beternak lele di kolam renang elo Fy…” Rio mengikuti Ify dari belakang.


+++

Kalau boleh jujur, penulis ngiri sama Ifyyy...Hahaahahaha...
Wah, kebetulan tuh Rio mau nengokin Ozy. Ada yang mau ikut Rio juga ga ngeliat Ozy lagi ngapain? Yuk, ikut Rio di Part 14.
Emang kira-kira Ozy lagi ngapain nih ya sama Acha?
Hmm... besok kita liat deh yaaa... habis menonton Grand Final ^_^

Warmest regards,
= Ami =

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~~ ~ ~~ ~ ~ ~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-13

You Might Also Like

0 comments