I Love You, I Love You Not : Part 2

18.32.00

Part 2: Selebritis Masuk Kelas

Di kelas 12, Acha terpaksa berpisah dari sahabatnya, Nova. Dan Acha semakin kecewa begitu tahu bahwa Gabriel, cowok yang dia suka sedari dulu juga tidak sekelas dengannya. Begitu memasuki kelasnya yang baru, Acha ternyata sekelas dengan Ozy. Tapi acha masih belum dapat teman sebangku. Kira-kira, siapa ya teman sebangkunya Acha?

+++

“Ga jelas banget nih pembagian kelasnya…” Angel dengan nada kesal mengipas-ngipaskan majalah remaja yang dibawanya sambil memandangi kembali daftar yang ditempel di dinding. FYI, sampul majalah remaja itu berhiaskan wajah Angel. Bukan berita baru. Semenjak memenangkan kompetisi model di salah satu majalah remaja paling bergengsi, wajah Angel wara-wiri dimana-mana. Bukan cuma di SMA Citra Nusa saja, tapi juga di berbagai iklan dan halaman mode majalah remaja.

Ify masih memandangi daftar itu. Berusaha memusatkan pikiran, agar namanya berpindah dari kolom 12-IPA1 ke kolom 12-IPA3. God, please, please, pleaaaseee….. bisik Ify sekencang mungkin dalam hati. Sekali ini Ify berharap bahwa yang namanya kekuatan metafisika itu benar-benar ada. Tapi ternyata kekuatan metafisika memang hanya sekedar muncul di cerita-cerita science fiction saja. Buktinya, tulisan Alyssa Saufika tidak bergeming. Masih dituliskan sebagai siswi baru di kelas 12-IPA1.

Zevana mengerutkan kening tanpa mengalihkan pandangan dari Blackberry di genggamannya. Nestapa semacam ini layak jadi status di account Facebook dan Twitter-nya. Gimana ga jadi nestapa? Tiga dari anggota DIvA’s, Dea, Zevana dan Angel masih bersama-sama di kelas 12-IPA3, dan untuk alasan yang sungguh tidak bisa dimengerti, Ify tersangkut di kelas lain. Jadi bagi Zevana, dunia harus tahu bahwa di SMA Citra Nusa ini sudah terjadi ketidakadilan yang tingkat urgensinya sama penting dengan global warming.

Di sebelah mereka bertiga, Dea tak kalah sebal. “Kita mesti menuntut penjelasan sama para guru. Apa coba maksud mereka misahin kamu dari kita Fy?”

Ify menoleh ke arah Dea tanpa ekspresi. “Emang kamu mau ngapain? Nelfon lawyer-nya Papa kamu buat ngajuin tuntutan? It wouldn’t change anything, dear. Sad, but true. Gua denger yang ngatur pembagian kelas kali ini Pak Duta. And you know him. Dia bukan tipe guru kayak Pak Dave yang gampang luluh hanya dengan tampang memelas yang dramatis.” ujar Ify. Dia masih ingat persis, bagaimana Pak Duta menghukumnya karena terlambat sampai di sekolah. Waktu itu, Ify terlambat bangun karena pada malam sebelumnya dia menjadi salah satu undangan di acara premiere pemutaran film perdana salah satu artis remaja terkenal. Pak Duta tidak mau menerima penjelasan Ify, yang berusaha sekuat jiwa raganya meyakinkan tentang pentingnya acara itu tetap ga sukses membuat Pak Duta mengubah keputusan beliau untuk menghukum Ify. Semenjak saat itu, Ify memutuskan, bahwa Pak Duta layak dijadikan public enemy number one.

Dea mengibaskan rambut panjangnya ke belakang dan menghela nafas. “Ya udah kalo elo bilang gitu. Tapi tetep aja bakal berasa beda kalo ga ada elo.”

Angel menepuk pundak Dea, “Beda kelas, tapi hang out bareng tetep jalan terus dooong… Ya ga Fy?” kata Angel sambil menatap Ify.

Ify mengangguk, “Gua kan ga bareng sama kalian cuma pas jam pelajaran doang. Masih ada jam istirahat kan?”, pandangannya sudah jatuh ke tas yang tersampir di pundak Dea. “Oh, by the way, De, love your new bag. Yang beli waktu kita ke Grand Indonesia kemaren?”

Dea mengangguk senang, “Yup. Limited edition. Keren kan?”. Ify tersenyum melihat Dea yang berputar menunjukkan tas itu. Dengan posisi Papanya sebagai pemilik jaringan hotel terkemuka di Indonesia, bukan hl yang sulit bagi Dea untuk memiliki barang-barang berkelas semacam yang dia pakai sekarang.

“Woi. Kayaknya mending ke kelas sekarang deh…” Zevana menyadarkan teman-temannya sambil memasukkan Blackberry yang sudah seperti pasangan hidupnya ke dalam tas.
Angel mengangguk, “Eh, kita anterin Ify dulu ke kelasnya yuk, kan cuma dia sendiri doang yang beda kelas.”

Ify menggeleng cepat. “Guys, udah lah. Ga usah, kaliiiii... I’ll catch you guys later on. Ntar aja pas istirahat kita ngumpul bareng deh. Okay?”

Dea mengangkat bahu. “Ya udah kalo lo maunya gitu. Good luck sama kelas baru deh…”.
Ify melambaikan tangan, dan melangkah menuju kelasnya. Begitu sampai di depan pintu kelas 12-IPA1, Ify berhenti sejenak. Dengungan suara siswa yang tengah mengobrol dan tertawa-tawa terdengar. Ify menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Kemudian melangkah masuk.

***

Kedatangan Ify membuat seisi kelas terdiam. Ify di kelas ini? No way. Ify yang anggota geng DIvA’s itu? Di SMA Citra Nusa ini saja Ify sudah bisa dikategorikan sebagai selebnya sekolah, bersama-sama dengan anggota DIvA’s lainnya. Tapi selain itu, dengan seorang Papa yang memiliki Production House ternama, dan sang Mama yang di usia paruh bayanya masih sering meraih penghargaan sebagai Aktris Terbaik di berbagai ajang bergengsi, siapa yang bisa menyalahkan Ify kalau dia juga sering kali jadi sorotan media di Jakarta?

Seakan tidak peduli dengan tatapan dan bisik-bisik dari seluruh penjuru kelas, Ify berjalan dengan kepala tegak menuju satu-satunya bangku yang tersisa. Bangku di sebelah Acha.
Acha menahan nafas. Tidak mungkin. Dia pasti mimpi. Satu-satunya bangku yang tersisa cuma bangku disebelahnya. Yang berarti mau tidak mau Ify harus duduk di bangku itu. Wah, artinya Acha bakal sebangku sama Ify? Acha berusaha mencerna kembali fakta ini: dia akan sebangku dengan Ify!

Keren. Eh, bukan, salah. KEREN BANGET! Wooohooooo!!! Acha sudah membayangkan, betapa status sosialnya di sekolah ini bakal terdongkrak drastis dengan menjadi teman sebangkunya Ify. Acha mulai berkhayal, bagaimana akhirnya nanti dia akan bersahabat dengan Ify, jalan-jalan bareng, ngegosip bareng, atau bahkan, ikut nongkrong sama anak-anak DIvA’s lainnya!

Ify sampai di bangku di sebelah Acha, memandangi Acha dari atas ke bawah. Hmm… Dia belum pernah memperhatikan anak ini sebelumnya, yang sekarang tersenyum ramah padanya. Manis sih. Dengan rambut ikal yang dihiasi jepit mungil berwarna kuning itu, anak ini cukup imut. Tapi itu saja. An ordinary girl, with no fashion style at all. Ify tahu sih, sekolahnya ini punya seragam sendiri yang ga bisa diganggu gugat, Tapi kan paling tidak bisa diakalin dengan pake aksesoris yang modis dikit. Bagi Ify, jepit kuning itu pantesnya cuma untuk anak SMP. But, oh well, ini satu-satunya bangku yang kosong kan?

“Kosong? Gua bisa duduk disini kan?” kata Ify lagi.

“Enggak. Di bangku itu sebenernya ada gajah bengkak lagi duduk, tapi gajahnya transparan, makanya ga keliatan… Hehehehe…” tanpa diminta, seorang cowok berambut ikal yang duduk di belakang kursi kosong itu menyahut. Teman sebangku cowok itu terkekeh mendengar kata-kata si cowok tadi.

Ify melemparkan pandangan ke arah cowok yang (mencoba) bercanda tadi. Postur tubuhnya kecil, dengan rambut agak ikal yang lebat. Ify tidak tahu nama cowok itu, tapi seingat Ify, dia pernah beberapa kali melihat cowok itu sedang main futsal di ruang olahraga sekolah. Cowok itu masih tersenyum lebar. Kalau mau jujur, bahkan bagi Ify pun senyum itu sebetulnya manis banget. Bukan tipe senyum yang charming dan bikin orang histeris. Tapi tipe senyum yang membuat orang lain jadi ingin ikut tersenyum.

Ify menatap cowok itu tanpa ekspresi, dan berkata dengan dingin, “Haha. Very funny.”

Cowok itu sempat nampak tersentak, tapi kemudian tersenyum kembali saat menjawab, “Of course it’s funny. It was meant to be a joke.”

Ify mengangkat alis. Hmm… Mungkin anggapan pertama Ify yang sempat under estimate terhadap cowok ini salah. Sepertinya cowok ini tidak seperti kebanyakan cowok lainnya di SMA ini. Tapi Ify tidak berkomentar lebih lanjut, dia membanting tas di kursi yang harus dia tempati, dan duduk dengan tatapan lurus ke depan.

Acha menoleh kaget ke arah Ozy mendengar kata-kata Ozy barusan. Dia tahu sih, nilai-nilai Ozy relatif bagus-bagus, termasuk untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Semenjak dulu Ozy kabarnya tidak pernah terlempar dari posisi 3 besar di kelasnya. Tapi Acha tidak tahu bahwa Ozy bisa ngomong pake Bahasa Inggris sebagus itu di luar jam pelajaran. Ray pun sepertinya tidak kalah terkejut. Dia menyikut Ozy dan berbisik, “Hah? Elo barusan ngomong apa Zy? Ga ngarti gua…”

Ozy hanya tersenyum sambil menjawab, “Enggaaaak… Ga penting koookk…” dan langsung mengajak Ray mengobrolkan hal lain.

Acha berbalik kembali ke posisinya semula. Tapi kemudian, dia menatap teman sebangkunya yang baru. Diam-diam, dia mengagumi jam tangan Ify yang nampak cantik melingkar di pergelangan tangan kirinya. Modelnya sederhana, tapi Acha bisa membaca merk jam tangan itu. Acha tahu, harga jam tangan itu tentu berpuluh kali lipat dibanding jam tangan yang dia pakai sekarang. Merasa diperhatikan, Ify menoleh ke arah Acha.

“Eh. Oh iya. Gua lupa. Gua Ify. Kemaren gua di kelas 11-IPA3.”

Acha tersenyum, “Aku Acha. Kelas 11 nya dulu di 11-IPA1”

Ify mengangguk kecil, kemudian mengeluarkan I-Phone dari dalam tasnya, dan mulai sibuk sendiri. Acha melongo melihatnya. “I-Phone, sodara-sodara.” pikir Acha dengan penuh perasaan iri. I-Phone seri terbaru!

“Itu yang 3Gs?” kata Acha tidak bisa menahan diri.
Ify melirik sekilas dari sudut matanya, dan mengangguk kecil tanpa mengalihkan pandangan dari layar I-Phone-nya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Mau tidak mau, Acha merasa patah arang. Angan-angannya semula untuk bisa ikut-ikutan populer seperti Ify dengan menjadi teman sebangkunya sepertinya pupus sebelum berkembang. Eh, atau layu sebelum berkembang ya? Apapun deh. Ya itu lah pokoknya, kayaknya bisa sobatan dengan teman sebangku yang baru bakal cuma jadi angan-angan saja. Boro-boro bertukar gosip soal gebetan, bertukar kata aja kayaknya kok berat bener sih…

Acha mengeluh dalam hati. Dia merasa, sepertinya status teman sebangku Ify hanya akan sekedar menjadi formalitas belaka. Sungguh, walaupun kecerewetan Nova seringkali saingan dengan 2 kilogram mercon yang meledak secara beruntun, saat ini Acha benar-benar merindukan sahabatnya itu. Acha menggelengkan kepala, dan mengubah kembali posisinya menghadap ke arah pasangan Ozy dan Ray. Kedua badut itu entah sedang membicarakan apa, yang pasti saat ini mereka tengah tertawa-tawa. Ray menusuk-nusuk pinggang Ozy dengan penggaris segitiga, sementara Ozy balas mencoba menggelitiki Ray dengan bambu runcing (lho?). Enggak ding. Pake pensil 2B.

“Eh, jadwal pelajaran belum diumumkan kan ya?” tanya Acha pada mereka berdua. Ozy menggeleng.

“Belum lah… Wali kelas aja belum diumumkan” kata Deva lagi. Dia kemudian melemparkan pandangan ke jam dinding di atas papan tulis di depan kelas sambil menambahkan, “Kayaknya bentar lagi nih ketahuan siapa wali kelas kita. Biasanya yang pertama kali masuk ke tiap-tiap kelas itu kan yang jadi wali kelas?” tanyanya sambil melemparkan pandangan ke arah teman sebangkunya.

“Biasanya sih gitu…” kata Ozy lagi.

Baru saja Ozy menyelesaikan kalimatnya, seorang guru memasuki ruangan kelas mereka. Acha kembali duduk menghadap ke depan kelas, dan dalam hati bersorak kegirangan melihat siapa guru yang masuk itu.

Ify mengangkat wajah, dan tersenyum tipis melihat siapa yang masuk ke ruangan kelasnya. Pak Dave. “Bagus,” pikir Ify dalam hati, selama ini Pak Dave relatif cukup pengertian dengan Ify. Tidak hanya dengan Ify sih, tapi juga dengan siswa-siswa yang lain. Dibandingkan dengan Pak Duta yang tegas, Pak Dave masih jauh lebih gampang untuk diajak kompromi. Sambil memandangi Pak Dave yang kini duduk di kursi guru sambil Ify menggelengkan kepala, membayangkan seandainya Pak Duta yang menjadi wali kelasnya. Euh, now that would be a disaster. Untung saja wali kelasnya Pak Dave.

Suara tawa Ray dari arah belakangnya membuyarkan pikiran Ify. Dengan sedikit merengut, Ify menoleh ke arah meja di belakangnya. Ozy dan Ray masih berbisik-bisik, entah membicarakan apa.
“Heran deh, dua anak itu dikasih makan apa ya?” pikir Ify. Sepertinya dari tadi mereka berdua ga kehabisan bahan candaan. Oh, okay, walaupun kedua anak itu sebenarnya cukup cute. Yang ikal itu senyumnya manis, sementara teman sebangkunya juga terlihat imut dengan poni yang kadang-kadang dia tepis dari menghalangi matanya. But still, their laughter is annoying…

+++

Duh, makan ati banget deh kayaknya kalo sebangku sama Ify ya..
Hah? Apa? kok pada protes gitu? Pada mau ngapain? Oh, pada nyari kapan Rio muncul?
Emang Rio mau dimunculin? Hehehe...

See you all, folks!
= Ami =

~~~~~~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-2

You Might Also Like

2 comments

  1. wowww aku ganyangka banget bakal nemuin cerita ini lagi. tadi iseng search di google dan ternyata ketemu!! aaa thanks bangeeet uda mau repost. i really miss this story :(
    post lagi semua! i'll always be waiting for it! :D

    BalasHapus
  2. terimakasih komennya :)
    itu aku ngopy dari note sm yg di ning
    tp ning udah nggak bisa di buka
    tapi untung ada yg ngepost di note fb

    BalasHapus