I Love You, I Love You Not : Part 7

18.17.00

Part 7: Suatu Pernyataan, Sebuah Pertanyaan, Dua Baris Jawaban

Pokoknya, di part ini ada Ozy, Rio dan Gabriel *maap ya, penulis lagi ga kreatip sore ini ^_^*

+++

Rio memutar-mutar pulpen di tangannya sambil mengerutkan kening.

“Ya ga lah Zy… Liat aja hasilnya…” kata Rio sambil mendorong bukunya ke hadapan Ozy.

“Rio, lo boleh deh ga ngaku lo kalo lo tuh kalah ganteng dari gua. Tapi untuk yang satu ini, lo mesti ngaku kalo lo yang salah…”

“Eh, coba deh ya… Kan diketahuinya yang ini kan?” kata Rio sambil menunjuk sebaris kalimat pada soal di buku paket, lalu menunjuk kembali ke bukunya “Tuh, artinya kan angkanya ya bener kan? Jadi pH-nya kan segitu Zy…”

“Rio, cinta, dengerin Bang Ozy ya…”

Rio menoyor kepala Ozy dengan pulpennya “Zy, bisa ga sih sekali-sekali lo bersikap NORMAL dan wajar-wajar saja?”

Ozy tidak menghiraukan komentar Rio, tapi menunjuk ke baris lain di soal itu. “Masalahnya Yo, angkanya emang bener, tapi biarpun angkanya bener, kalo lo salah make rumus, ya tetep aja hasilnya salah. Ini kan bukan pake rumus yang elo pake, tapi pake rumus yang ini nih….”

Rio mengerutkan kening lagi sambil mengetuk-ngetukkan pulpen ke keningnya, lalu sebuah senyum muncul di wajahnya, “Eh, bisa pinter juga lo Zy. Iya ya… Kalimatnya gua salah ngerti. Bener Zy, mestinya pake rumus yang lo tunjukin…”

Ozy tertawa gembira, “Tuh kan apa juga gua bilang? Gua memang lebih ganteng kan daripada elo? Makanya gua yang bener…”

“Halah. Satu nomer doang. Tadi juga yang nomer tiga kan elo yang salah masukin angka…”

Ozy tertawa lagi sambil membereskan alat-alat tulisnya yang berserakan di atas meja. Bunyi langkah kaki yang mendekat membuat Ozy dan Rio mengangkat wajah. Gabriel berhenti di meja di depan mereka.

“Eh, sorry. Mejanya Ify yang ini ya?” tanya Gabriel sambil tersenyum, menunjuk ke arah meja Ify.
Rio mengangkat alis, lalu menjawab, “Si jaelangkung? Iya, yang di depan meja gua. Tapi anaknya belum dateng tuh” sahutnya sambil menunjuk meja Ify dengan dagunya.

Gabriel mengerutkan kening, “Jaelangkung?”

Ozy segera menukas sambil menginjak kaki Rio, “Si jangkung Yel! Mana ada jaelangkung di kelas ini, udah keburu dijadiin pentungan sama Rio. Ya kan Yo? Lagian Ify kan emang jangkung…”

Gabriel kini tersenyum, “Oh, gitu… “ Gabriel menunduk untuk mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas ranselnya.

“Ya udah, gua cuma mau balikin kamus dia aja kok” kata Gabriel sambil mengacungkan buku tebal di tangan kanannya. Tapi begitu melihat pemandangan di depannya, Gabriel mengerutkan kening kembali.

“Umm… Kalian berdua emang akrab banget ya?” kata Gabriel sambil tersenyum geli melihat Ozy dan Rio.

Ozy menyeringai, tangan kanannya masih merangkul pundak Rio erat-erat, sementara tangan kirinya menyumpal mulut Rio dengan sebuah bakpau dari kotak bekal Ozy. Rio nampak meronta-ronta. Di bawah meja, kaki kanan Rio bergerak-gerak liar, berusaha menendang kaki kanan Ozy yang tengah menginjak kuat-kuat kaki kiri Rio.

“Akrab? Kita berdua? Oh, ya doooong… Kita biasa kok ngerjain PR sambil suap-suapan gini…Biar mesra.” kata Ozy, masih sambil menyeringai.

“Oh. Okeee….Ya udah deh, bukunya gua taruh sini ya” Gabriel meletakkan buku itu di meja Ify, masih tersenyum geli melihat Ozy.

“Iya, nanti gua bilangin kalo Ify udah dat…WADDOOOWWW… Lo nendang kok ga kira-kira sih?” Ozy meringis merasakan tulang keringnya yang baru saja menikmati tendangan telak dari Rio.

Rio terbatuk-batuk sesaat sambil menutupi mulutnya dengan tangan. Bakpau yang kadang-kadang dibawa Ozy memang enak, tapi kalau satu buah bakpau sekaligus langsung dimasukkan secara paksa dan semena-mena ke dalam mulut, yang ada malah berasa kayak keselek bola basket.

“Ehm. Katanya mesra, kok tendang-tendangan sih?” tanya Gabriel sambil menyelempangkan kembali tasnya di bahu.

“Eh, tendangan Rio tadi mesra kok, ya kan Yo…” kata Ozy menoleh ke arah Rio sambil mengelus-elus tulang keringnya. Rio yang dipandangi malah melotot, masih terbatuk-batuk.

“Rio mau bakpaunya lagi? Nih, masih banyak kok…” kata Ozy sambil mencomot satu bakpau lagi dari kotak bekalnya. Rio makin melotot sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tangannya masih menutupi mulutnya yang masih terbatuk-batuk akibat bakpau pembawa bencana itu.

“Nggak? Yakin? Ya udah deh, lo mau bakpau ga Yel?” kata Ozy lagi, beralih menyodorkan bakpau tadi ke arah Gabriel.

Gabriel tersenyum sambil menggeleng. “Makasih. Gua udah sarapan kok. Ya udah, gua balik ke kelas dulu ya, nitip buku tadi buat Ify.”

Ozy mengangguk. Gabriel berbalik dan melangkah keluar. Rio yang sudah berhasil meredakan batuknya langsung menyambar tas Ozy, dan mengobrak-abrik isinya sampai menemukan sebuah botol minuman. Rio langsung membuka botol itu dan menghabiskan isinya dalam beberapa teguk.

“Yo! Yah… elo… Punya gua Yo!!”

Rio menyelesaikan tegukannya, lalu berbalik menghadap Ozy.

“Maksud elo apa-apan sih?”

“Lha, daripada elo berantem sama Gabriel di kelas ini?”

“Eh, siapa juga yang ngajakin Gabriel berantem. Biar dia tau aja kalo si jaelangkung itu emang rese!” Rio masih terdengar kesal.

Ozy tertawa, dan menepuk pundak temannya. “Ya ampun Rio… Lo masih dendam aja sama si Ify.. Udahlah Yo…”

Rio mengernyitkan keningnya, dan menatap Ozy.

“Gua ga nyangka lo sabar banget ngadepin si sengak itu.”

Ozy tersenyum, walaupun tidak lagi menatap Rio. Dia lebih memilih membuka-buka buku paket Kimia yang ada dihadapannya, sambil menyahut pelan, “Yah, gua sendiri juga sebenernya ga ngerti Yo…”

“Ga ngerti gimana?”

Ozy menghentikan gerakannya, menoleh menghadap Rio. Lalu menjawab dengan ekspresi wajah serius. “Gua ga ngerti, kok bisa ya ada orang kayak gua, yang ga cuma ganteng, tapi juga baik hati?” Ozy mengakhiri kalimatnya dengan sebuah cengiran lebar.

“WOOOIII!! Ngawur banget sih…” kata Rio sambil mendorong pundak Ozy.

“Ah, elo mah sirik aja. Padahal kan gua ganteng beneran…” sahut Ozy. Sambil tertawa, dia melihat Acha yang baru datang dan sedang meletakkan tasnya di kursi di depan Ozy.

“Ya kan Cha? Gua ganteng kan Cha?” tanya Ozy pada Acha, mencari dukungan.

Acha mengangkat kedua alisnya, “Apaan sih?”

Ozy mengulangi lagi pertanyaannya, “Gua ganteng kan Cha?” sambil bergaya menarik leher bajunya dengan kedua tangannya.

Acha tertawa, dan menjulurkan lidah sebelum menyahut. “Dih, kamu? Ganteng? Gantengan juga Ga…”

Kalimat Acha terhenti. Acha langsung menutup mulut dan menggigit lidahnya sendiri. Rio menatap Acha dengan aneh. Wajah Ozy terlihat penasaran.

“Gantengan siapa? Ga siapa yang lebih ganteng daripada gua?” tanya Ozy, penasaran dengan kelanjutan kalimat Acha.

“Ga… Ga… Gatotkaca!” kata Acha, setelah sempat gelagapan. Dia lalu duduk, menghadap ke depan. Dan merasakan pipinya memanas.

“Achaaaaa….” Panggil Ozy dari belakang kursinya.

“Apaan?” tanya Acha, masih tidak mau menengok.

“Achaaaaa…” Ozy masih keukeuh memanggilnya.

“Apaan sih???” sahut Acha agak kesal, berbalik menghadap Ozy.

Ozy menopangkan dagunya pada kedua tangannya, tersenyum lebar melihat wajah Acha yang merona.

“Acha mukanya jadi meraaaahhh… Cantik deh!” kata Ozy lagi. Acha gelagapan. Apalagi melihat senyuman Ozy.

“Apaan siiihhh???” Acha merasakan mukanya semakin membara.

“Ih, malah jadi tambah merah… Lucuuu….” Kata Ozy tertawa menggoda Acha. Di sebelah Ozy, Rio berlagak membuka-buka buku paket milik Ozy, sambil terbatuk-batuk tidak jelas.

“Don’t you think it’s a little bit too early to flirt? Pagi-pagi gini lo udah pake acara ngerayu cewek…” suara tajam Ify yang baru datang.

“Eh, Ify udah dateng… Ify ga usah ngiriii… Ify juga cantik koookk… Apalagi kalo senyum, ya kan Yo?” Ozy menoleh ke arah Rio. Rio yang tadinya tersenyum kecil melihat kelakuan Ozy terhadap Acha langsung merengut.

Ify hanya mengangkat sebelah alisnya, melengos dan meletakkan tas di kursinya.

“Fy, tadi si Gabriel balikin buku tuh… Yang tebel di atas meja kamu…” kata Ozy pada Ify.
Ify menoleh ke meja Ozy sambil mengacungkan buku yang dia temukan di atas mejanya.

“Buku yang ini? Gabriel tadi yang balikin? Perasaan yang pinjem kan si Angel deh…”

Ozy mengangkat bahu.

Yang menjawab justru Rio, walaupun tanpa memandang Ify, “Iya, tadi cowok lo tuh yang balikin…”

“Gabriel? Dia bukan cowok gua…” kata Ify dingin, sambil berbalik kembali menghadap papan tulis.

Acha yang duduk di sebelahnya tercekat. Refleks, dia langsung menoleh ke arah Ify dan bertanya, “Gabriel bukan cowok kamu?”

“Bukan atau beluuummm…” tanya Ozy dari belakang dengan jahil.

“Beuh. Mana ada cowok yang mau pacaran sama jaelangkung?” tukas Rio.

Kalimat terakhir Rio membuat Ify berbalik kembali menghadap Rio. Dengan nada tajam dia berkata, “Mind your own bussiness, will you?”

Rio meletakkan buku yang tadi dia pegang, lalu menatap tepat ke mata Ify. “Siapa juga yang mau ngurusin elo. Ga penting banget.”

Ify tidak menyahut. Tapi tidak melepaskan pandangannya dari mata Rio. Tidak, pikir Ify. Dia tidak akan kalah mental di hadapan cowok sialan ini. Walaupun dalam hati Ify merasa ada perasaan lain yang menggelitik. Mata itu. Mata yang begitu hitam, dalam. Mata yang kini tengah menatapnya tajam.

Perlahan, Ify merasa tenggelam. Dalam lautan yang ditawarkan oleh kelamnya mata itu.

Rio terus memandangi Ify. Tidak mengucapkan apa-apa. Ify pun demikian. Keheningan di antara mereka terasa seperti lapisan es yang menyelimuti danau yang tengah beku. Tapi Rio merasa, di balik pancaran mata Ify yang dingin, ada sinar lain yang juga tersembunyi, sinar yang menghanyutkan...

Hening selama beberapa saat di antara mereka. Tidak lama, hanya dua detik. Karena tiba-tiba ada sebuah kotak bekal berwarna biru yang muncul di antara mereka. Diiringi suara khas Ozy.

“Ify… Rio… Kita sarapan bakpau sama-sama dulu yuuuk!!” ujar Ozy sambil mengacungkan kotak makanannya tepat di antara Rio dan Ify.

Ify dan Rio langsung mengalihkan pandangan ke arah Ozy, yang masih tersenyum tanpa dosa dengan kotak makanan kebanggaannya. Ify lalu melengos, dan kembali duduk menghadap ke papan tulis. Rio dengan kesal menoyor kepala Ozy dengan pulpennya.

“Yah… kok pada ga mau sih?” kata Ozy. Dia mengangkat bahu. Ozy kemudian menjawil punggung Acha dari belakang, hingga Acha menoleh.

“Cha, buat Acha aja deh bakpaunya. Mau ga? Masih anget nih…” kata Ozy lagi sambil tersenyum.

Acha mengangguk kecil, dan mengambil salah satu bakpau dari kotak itu. Sebagian karena merasa tidak tega pada Ozy, sebagian lagi karena aroma bakpau itu memang begitu menggoda. Ozy tersenyum senang.

“Makasih ya Zy” kata Acha, lalu menggigit bakpau itu. Hmm… ternyata rasanya sungguh tidak mengecewakan. Acha membetulkan posisi duduknya dari menghadap ke belakang menjadi ke arah papan tulis. Diam-diam, dia melirik ke arah Ify, yang nampak asyik sendiri dengan I-Phonenya.

Apa tadi kata Ify? Gabriel bukan cowoknya? Hmmm… Padahal berita yang terdengar adalah dalam sebagian besar kesempatan, Ify sering kali ditemani oleh Gabriel. Seisi sekolah sudah menerima fakta itu. Dan toh, mereka memang terlihat serasi. Ify yang cantik, Gabriel yang menawan. Apa kata “sudah jadian” masih perlu untuk diumumkan, kalau mereka toh selalu terlihat bersama-sama? Tapi, kenapa tadi kata Ify, Gabriel itu bukan cowoknya? Artinya, Gabriel belum punya pacar? Artinya…

Acha merasakan kembali pipinya merona saat membayangkan khayalannya sendiri. Dia menggelengkan kepala perlahan. Berusaha membuang bayangan Gabriel dan senyumannya dari pikirannya. Tapi toh, tetap saja Acha merasa ada getaran di dadanya saat membayangkan wajah Gabriel. Getaran yang membuat pipinya terasa berseri.

***

Ozy mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Pemandangan tadi benar-benar mengganggu pikirannya. Dengan resah, dia menghembuskan nafasnya. Rio yang merasakan perubahan sikap temannya menyodok kaki Ozy di bawah meja.

“Lo kenapa sih Zy?” bisik Rio perlahan. Berusaha supaya Bu Winda yang tengah menjelaskan konsep integral di depan kelas tidak mendengar.

“Hah? Emang gua kenapa?” Ozy balik bertanya.

Rio mengerutkan kening. “Enggak. Lo kayak ga biasanya deh… Kayak ada yang dipikirin gitu…”.
Ozy berusaha menyeringai, dan berbisik pada Rio “Mikirin Widi Vierra…”

“Beuh. Widi mulu. Kreatif dikit dong…” sahut Rio kesal. Meskipun demikian, dia tahu, ada yang disembunyikan Ozy. Tapi Rio tidak ingin memaksa. Dia tahu, kalau Ozy ingin bercerita, dia akan bercerita sendiri. Maka Rio kembali memusatkan perhatiannya pada Bu Winda.

Ozy menarik nafas kembali. Berpikir, mungkin dia harus bertanya. Daripada perasaan resah ini semakin mengganggunya? Dengan terburu-buru, Ozy merobek secarik kertas dari halaman paling belakang buku tulisnya. Menulis secarik kalimat, lalu melipat kertas itu 4 kali.

“Cha…” Ozy menjawil punggung Acha sambil berbisik pelan, menyodorkan surat dadakan itu.

Acha menoleh sedikit, mengerutkan kening, tapi tetap mengambil kertas itu tanpa membalikkan badannya. Perlahan, sambil sesekali melirik ke arah Bu Winda, Acha membuka kertas itu. Membaca tulisan tangan Ozy yang kecil-kecil dan melingkar.

Acha, kamu naksirnya sama Gabriel ya?

Acha tercekat. Dibacanya sekali lagi kalimat itu. Duh Gusti…Apakah sekentara itu? Acha menggigit bibir. Jawab… Enggak.. Jawab… Enggak… Acha melirik ke arah belakang. Ozy nampak sibuk menyalin sesuatu di buku tulisnya. Seakan-akan tidak ada apapun yang terjadi. Acha kembali memandangi kertas itu. Sampai akhirnya, tepukan Bu Winda di pundaknya mengagetkan Acha.

“Acha, kamu nomer tiga ya…” kata Bu Winda sambil terus berjalan ke arah Ray. Menyuruh Ray untuk mengerjakan soal nomer 4. Acha gelagapan. Bu Winda terus berkeliling kelas untuk menunjuk siswa mana saja yang beruntung berkesempatan untuk menunjukkan harkat dan martabatnya di bidang Matematika dengan mengerjakan soal di papan tulis. Dengan putus asa Acha memandangi rentetan angka di papan tulis.

Nomer berapa jatahnya tadi? Oh iya. Nomer tiga. Acha mencermati kembali soal itu, dan langsung menyimpulkan, bahwa menyeberangi Selat Sunda dengan menggunakan rakit bambu terasa jauh lebih gampang dibandingkan menyelesaikan soal itu. Dengan panik Acha melirik ke arah Ify. Menatap Ify dengan wajah memelas. Ify hanya melirik sekilas, kemudian mengangkat bahu. Acha merutuk dalam hati. Di tengah kepanikannya, bisikan Ozy terdengar kembali.

“Cha…”

Dengan kesal Acha menoleh ke arah Ozy. Ozy perlahan mendorong sebuah kertas lagi yang terlipat rapi ke sudut depan mejanya, kemudian berlagak sibuk dengan soal-soal. Acha semakin kesal. Tidak bisakah mahluk rese itu menunggu untuk memperoleh jawaban dari pertanyaannya tadi?

Dengan sedikit kasar, Acha menarik kertas itu dari meja Ozy, dan membukanya.

Acha membaca isi kertas itu, dan mengerutkan kening. Hei, bukankah ini jawaban soal nomer tiga? Acha meneliti kembali. Iya, di baris paling atas Ozy menuliskan kembali soal yang ditanyakan. Kemudian dengan tulisan yang kentara sekali dibuat secara terburu-buru, Ozy menjabarkan baris demi baris penyelesaian dari soal tersebut. Acha menoleh kembali ke arah Ozy. Ozy malah nampak sibuk membahas soal yang ada di depan bersama Rio.

“Cha? Udah? Maju sekarang…” kata Bu Winda. Acha mengangguk. Dengan kertas dari Ozy tadi di dalam buku catatannya, Acha maju ke depan. Menyalin baris demi baris tulisan Ozy. Hingga sampai hasil akhir, yang digarisbawahi Acha dua kali. Bu Winda tersenyum puas, dan mengangguk. Mengisyaratkan Acha untuk kembali ke tempat duduknya.

Acha berjalan kembali ke kursinya. Sambil duduk, dia menengok ke arah Ozy, tersenyum sambil berbisik perlahan, “Makasih ya Zy…”. Ozy hanya mengangkat alis, dan tersenyum tipis.

+++

Jreeengg.... Judul Part nya ga pas tuh... Jawaban Acha atas pertanyaan Ozy mana ya? Katanya "dua Baris Jawaban"... Well, jawabannya disimpen dulu di Part 8.
Tapi ga sekarang, nanti malem...
Secara saya mesti menabahkan hati untuk mulai mengoreksi 55 lembar jawaban UTS kemaren *sigh*
Masih pada mau baca ga?
mau yaaa.... *Ngarep*

Cheers!
= Ami =

~ ~ ~ ~ ~ ~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-7

You Might Also Like

0 comments