I Love You, I Love You Not : Part 6

17.55.00

Part 6: Pendamping Paling Tepat untuk Ify

Rio dan Ify berantem. Usaha Ozy untuk mendamaikan mereka dengan medium pisang goreng ditolak mentah-mentah oleh Ify. Tapi, siapa sih sosok Ify sebenernya?

+++

Ify memelankan suara stereo setnya lewat remote, dan menajamkan telinganya. Benar juga, ada yang mengetuk pintu.

“Masuk!!” seru Ify dari atas tempat tidurnya.

“Ify, dear… Kamu belum siap-siap?” Mama muncul dari balik pintu, sambil mengenakan giwang di telinga kirinya. Pasangan giwang itu sudah nampak berkilau di telinga kanannya.

Ify melanjutkan membolak balik majalah Teen Vogue di pangkuannya, “Ify beneran mesti ikut ya Ma? I’m so not in the mood tonight…” kata Ify tanpa mengalihkan pandangan dari majalahnya.

Mama duduk di sebelah Ify dan membelai rambutnya.

“Ify… Acara ini penting. Yang ulang tahun ini kan artis terbaru di production house nya Papa…” kata Mama dengan sabar, “What’s your problem? Kamu ga punya baju yang cocok? Yang kemaren dibawain Tante Romy dari butiknya aja… Itu pas banget sama high-heels baru kamu yang Nine West itu. You will look gorgeous in that outfit, honey…”.

Ify mengeluh, “Ma, Ify tahun ini Ujian Nasional. Guru-guru lagi pada over sensitive sama pelajaran kita. Ify capek Maaaa… “ Ify tidak bohong, Baru dua minggu sekolah mulai, tumpukan PR yang diberikan oleh para guru bisa menyaingi tingginya Gunung Bromo.

Mama menghela nafas. “Fy, Mama tahu. Tapi kamu juga mesti ngerti, ini sudah menyangkut reputasi sosial kamu.”

Ify menggigit bibir. Berusaha setengah mati untuk tidak menyahut, bahwa dia betul-betul ingin tidak peduli. Tapi toh, dia harus peduli.

“Kamu ga bakal kesepian kok… Angel juga diundang kan? Dan Cakka juga pasti ada disana. Dan oh, Mama lupa, Gabriel juga akan pergi bareng kita. Paling-paling setengah jam lagi dia bakal datang…”

Ify menoleh dengan cepat ke arah Mama, “Gabriel, Ma? Ngapain Gabriel ikutan kita segala?”

“Lho, apa salahnya?” sahut Mamanya samabil bangkit, dan melangkah menuju lemari pakaian Ify. “Gabriel itu anaknya baik. Ganteng. Ga malu-maluin lah pokoknya buat mendampingi kamu…”

“Mendampingi? Now what that supposed to mean? Mendampingi gimana maksud Mama?” tanya Ify, tidak bisa menahan diri untuk mengucapkannya dengan nada tajam.

“Ya mendampingi kamu dalam acara-acara semacam ini…” sahut Mama, sambil memilih-milih baju yang ada dalam lemari pakaian Ify. Mama menarik keluar sebuah gaun, menyodorkannya pada Ify. Sehelai gaun berwarna putih gading, panjangnya selutut, dengan bagian bawah yang berpotongan asimetris. Dari jauh, gaun itu nampak sederhana, namun elegan. Jika diperhatikan lebih seksama, bagian dada gaun itu nampak cantik dengan detail payet yang rumit.
Dengan malas Ify melangkah mendekati Mama dan mengambil gaun itu. Ify mematut-matut dirinya di depan kaca, sementara Mama tersenyum di sebelahnya.

“Cepetan lho Fy ganti bajunya, nanti keburu Gabriel nunggu lama, ga enak kan sama dia…”, kata Mama sambil menepuk pundak Ify.

“Ya udah, kalo ga enak dimuntahin ajah…”

“Ifyyyyy……”

“Mamaaaaaa….”

Mama berusaha tersenyum kembali, dan mencium pipi kiri Ify, “Mama tunggu di bawah…”

Ify mengangguk, walaupun bibirnya tidak melengkung membentuk senyuman. Saat Mama menghilang di balik pintu, Ify mendesah. Mengenakan gaun pilihan Mamanya, dan menengok kembali bayangannya di cermin. Bahan chiffon gaun itu jatuh dengan manis di tubuh Ify yang langsing. Ify menyanggul rambutnya menjadi sebuah konde kecil di sisi sebelah kiri kepalanya, dan menyematkan sebuah korsase berwarna keemasan sebagai pemanis. Ify membuka lemari lain di kamarnya yang berisikan koleksi sepatunya, dan mengeluarkan sepasang sepatu hak tinggi berwarna jingga. Dikenakannya sepatu itu, kemudian dia berputar sekali lagi di depan cermin. Memastikan bahwa dirinya terlihat sempurna. Ify mematung di depan cermin, selintas pikiran mengganggu benaknya. Tapi ketukan halus di pintu kamarnya menepis ingatan yang tiba-tiba muncul tadi.

“Non Ify, kata Nyonya, Mas Gabriel sudah datang…” terdengar suara Mbok Rahmi dari balik pintu itu.

Ify mendesah, dan melangkah menuju pintu. “Iya Mbok.” Katanya sambil membuka pintu, dan keluar dari kamar. Dia menuruni tangga, dan melemparkan pandangan ke kursi tamu. Gabriel yang semula sedang mengobrol dengan Mama berdiri mendengar suara langkah kaki Ify.

Diam-diam Ify memandangi Gabriel, yang kini tengah tersenyum menatap Ify. Sebenarnya, dalam seragam sekolah saja Gabriel sudah terlihat menonjol dengan postur tubuhnya yang tinggi dan tegap. Lekuk-lekuk wajahnya pun sudah cukup pantas untuk membuat dirinya menjadi salah satu siswa yang paling dikagumi para siswa perempuan. Tapi malam ini, Gabriel terlihat lebih dari sekedar seorang siswa SMA. Dengan kemeja warna biru cerah yang terlihat menyembul di balik jas hitamnya, Gabriel lebih terlihat seperti seseorang yang baru saja melangkah keluar dari halaman mode majalah. Lengan jasnya sedikit digulung, memperlihat sekitar sepertiga bagian dari lengannya. Sebuah dasi putih melengkapi penampilannya.

Hmm… Ify tidak pernah royal pada pujian. Tapi sekali ini, dia mengerti kenapa kalau Gabriel lewat di depan para juniornya di sekolah, sepertinya tidak ada pemandangan lain bagi para junior itu selain Gabriel.

Ify melangkah mendekati Gabriel. Gabriel memiringkan kepalanya sedikit ke kanan, seakan-akan menilai penampilan Ify.

“Kamu cantik malam ini” kata Gabriel sambil tersenyum.

“Thanks, I know that… Banyak yang bilang gitu kok” sahut Ify. Gabriel sepertinya tidak tersinggung, dia malah tertawa mendengar jawaban Ify.

“Eh, tapi…” tanya Ify, ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

“Kenapa?” Gabriel masih tidak melepaskan pandangannya dari Ify.

“Aku ga keliatan kayak jailangkung kan?” lanjut Ify.

Gabriel mengerutkan kening sesaat, lalu tertawa sambil menggeleng. “Ya nggak lah… cuma cowok bodoh yang bilang kamu kayak jaelangkung…”

Ify mengangkat bahu. “Exactly… cuma cowok bodoh yang bakalan bilang gitu” katanya. Selintas, seraut wajah muncul di benaknya. Ify menggelengkan kepalanya, mencoba menghapus bayangan wajah itu dari pikirannya.

“Jadi, kita berangkat sekarang?” kata Mama dari kursi yang didudukinya.

“Boleh deh Tante, daripada telat…” kata Gabriel sambil memutar tubuhnya ke arah Mama. “Biar pakai mobil saya aja…” kata Gabriel lagi sambil melangkah keluar.

Dari belakang Ify terus mengamati gerak-gerik Gabriel yang luwes. Apa tadi kata Mama? Oh iya, Gabriel itu pantas untuk mendampinginya.

Gabriel yang sudah sampai di pintu depan menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah Ify.
“Ify, jadi pergi kan? Kok malah diam aja?”

Ify tersenyum memandangi wajah tampan Gabriel. Gabriel yang malam itu tampil sempurna. Ify mengangguk dan melangkah mengikuti Gabriel sambil menjawab, “Iya, jadi kok.”. Mama mengiringi mereka dari belakang, sambil menyelendangkan pashminanya.

Dalam hati Ify berpikir, mungkin Mama benar. Siapa lagi yang lebih tepat mendampinginya selain Gabriel?

+++

Hayo, siapa coba yang lebih pantas untuk mendampingi Ify? Yang lebih pantas mendampingi Gabriel sih jelas saya...*digebukin pake parang sama anak-anak GFC*
Anyway, sementara ini dulu, ntar sore sebelum mandi, saya postkan Part 8: Suatu Pernyataan, Sebuah Pertanyaan, Dua Baris Jawaban.
Betewe, saya baru punya twitter *walopun masih ga ngerti caranya*. Ada yangmau follow saya di utamiirawati? Siapa tau mau ngasih saran buat cerita ini, atau mau dapat bocoran soal part selanjutnya ^_^
Sampai katemu nanti sore yaaa...


~~~~~~

SUMBER : http://idolaciliklovers.ning.com/forum/topics/i-love-you-i-love-you-not-6

You Might Also Like

0 comments